Makalah Sejarah Peradaban Islam Di Persia


SEJARAH PERADABAN ISLAM
(SEJARAH PERADABAN ISLAM DI PERSIA)
OLEH KELOMPOK  9   :

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ABDURRAHMAN AMBO DALLE
(STAI DDI-AD  MANGKOSO)
2016-2017

 KATA PENGANTAR

Atas segala upaya maksimal penulis di bawah curahan rahmat, hidayah dan taufiq Allag swt. Sehingga penulis makalah dengan judul Sejarah Peradaban Islamini dapat diselesaikan sesuai dengan yang ada dihadapan para pembaca yang mulia. Shlawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita nabi Besar Muhammad saw. Sebagai penyampai risalah bagi selurh umat manusia dan rahmat bagi sekalian alam. Kehadiran makalah ini tidak hanya sebagai salah satu prosedur akademik, melainkan yang tak kalah pentingnya adalah untuk memberikan manfaat bagi masyarakat luas dan partisipasi penulis sebagai akademisi dalam dunia intelektual.
            Akhirnya penulis menghanturkan rasa terimah kasih yang sebanyak banyaknya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam upaya penyelesaian makalah ini.
Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................        i
DAFTAR ISI......................................................................................................        ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah....................................................................        1
B.     Rumusan Masalah.............................................................................        2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Sejarah  Peradaban Islam di Persia...................................................        3
B.     Proses Perkembangan Peradaban Islam di persia..............................        4
C.     Kemajuan yang di capai pada masa Peradaban Islam di Persia........        6
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan.......................................................................................        13
B.     kritik dan Saran.................................................................................        13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................        15



 BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
Persia termasuk salah satu wilayah tempat pembibitan peradaban manusia  yang permulaan. Dari wilayah ini dikembangkan kebijaksanaan dan wawasan mengenai berbagai pengalaman hidup bermasyarakat selama ribuan tahun. Peradaban persia memiliki pengaruh yang sangat penting  terhadap perkembangan peradaban islam.
Pada perkembangannya kemudian, tepatnya tahun 1930, negara persia bernama Iran. Negara ini terletak di salah satu jalan silang utama yang menghubungkan antara negara-negara eropa dan Timur Tengah. Wilayahnya terdiri dari daratan  tinggi bagian tengah,  di kelilingi pegunungan Zagros, Elburs serta beberapa rangkaian pegunungan kecil.kekhususan daratan tinggi tersebut adalah daerah gurun dan daerah rawa-rawa dan gurun pasir yang sangat tandus. Luas wilayahnya mencapai 1.648.195 kiometer  persegi. Adapun batas wilayahnya adalah di sebelah utara berbatasan dengan Uni Sovyet dan laut Kaspia, sebelah Timur dengan Pakistan  dan Afghanistan, sebelah barat dengan Turki dan Irak, sebelah selatan dengan teluk persia dan teluk oman.[1]
Masuknya peradaban Islam di Persia dimulai sejak pecahnya kekhalifahan Abbasyiah di  Baghdad. Seorang sejarawan dari India bernama Jurji Zaidan mengungkapkan dalam bukunya yang berjudul History of Islamic Civilization, bahwa sejak kekhalifahan Abbasyiah di Baghdad melemah, banyak berdiri kerajaan-kerajaan kecil berbangsa Persia seperti:
·         Thahiriyyah di Khurasan        (205-259 H/820-872 M)
·         Shafariyah di Fars                  (254-290 H/868-901 M)
·         Samaniyah di Transoxania     (261-389 H/873-998 M)
·         Sajiyyah di Azerbaijan           (266-318 H/878-930 M)
·         Buwaihiyyah di sebagian besar kota Baghdad (320-447 H/932-1055 M
           
B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.      Sejarah perkembangan peradaban Islam di Persia ?
2.      Bagaimana proses perkembangan peradaban Islam di Persia?
3.      Apa saja Kemajuan –kemajuan yang dicapai pada masa peradaban islam di Persia?

BAB II
PEMBAHASAN
A.     Sejarah  Peradaban Islam di Persia
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa perkembangan peradaban Islam baru bekembang di Persia sejak dinasti Abbasyiah di Baghdad mengalami kemunduran. Namun demikian, perkembangan peradaban Islam kala itu masih sebatas permulaan. Sejatinya, perkembangan peradaban Islam di Persia dimulai sejak berdirinya kerajaan Safawi yang dipelopori oleh Safi al-Din yang hidup sejak tahun 1252 hingga 1334 M.[2] Kerajaan ini berdiri di saat kerajaan Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan ini pertama kali dipimpin oleh Ismail. Ia berkuasa kurang lebih selama 23 tahun, yakni antara tahun 1501 sampai 1524 M.
Kerajaan Safawi itu sendiri berasal dari sebuah gerakan tarekat bernama Safawiyah yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat Safawiyah ini didirikan bersamaan dengan berdirinya kerajaan Usmani di Turki. Hingga di masa perkembangannya, nama Safawi ini terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik.[3]
Sebagai pendiri kerajaan, Safi al-Din dikenal sebagai pribadi yang agamis. Ia merupakan keturunan Musa al-Kazhim yang terkenal sebagai imam Syi’ah yang keenam. Setelah ia berguru dengan Syaikh Taj al-Din Ibrahim Zahidi dan menjadi menantunya, ia mendirikan tarekat Safawiyah pada tahun 1301 M. Pada mulanya gerakan tasawuf Safawiyah ini bertujuan untuk memerangi orang-orang ingkar dan golongan Ahl al-Bid’aH Namun pada perkembangannya, gerakan tasawuf yang bersifat lokal ini berubah menjadi gerakan keagamaan yang mempunyai pengaruh besar di Persia, Syria dan Anatolia. Di negeri-negeri yang berada di luar Ardabil  inilah, Safi al-Din menempatkan seorang wakil yang diberi gelar Khalifah untuk memimpin murid-murid di daerahnya masing-masing.[4]
B.             Proses Perkembangan Peradaban Islam di Persia
Peradaban Islam di Persia berkembang cukup cepat. Hal ini ditandai dengan mulai meluasnya daerah kekuasaan pada masa kepemerintahan Abbas I yang menjadi raja kelima dari dinasti Safawi. Meskipun pada masa pemerintahannya sering terjadi perebutan daerah kekuasaan dengan kerajaan Turki Usmani yang notabenenya sebagai sesama kerajaan Islam, namun pada masa pemerintahannya inilah, perkembangan peradaban Islam mulai berkembang pesat.
Peran kesejarahan kerajaan Safawi begitu besar. Hal ini dapat dilihat dari sisi kemajuan dan kejayaannya. Kendati demikian, masa kemajuan kerajaan Safawi tidak langsung terwujud pada saat Dinasti itu berdiri dibawah Ismail, raja pertama (1501-1524 M). Kejayaan  Safawi yang gemilang baru dicapai pada pemerintahan syah Abbas yang Agung (1587-1629 M) raja yang kelima. Walaupun begitu, peran Ismail sebagai pendiri Safawi sangat besar sebagai peletak pondasi bagi kemajuan Safawi di kemudian hari. Di samping telah memberikan corak yang khas bagi Safawi dengan menetapkan Syi’ah sebagai agama Negara, Syah Ismail juga telah memberikan dua karya besar bagi negaranya, yaitu perluasan wilayah dan penyusunan struktur pemerintahan yang unik pada masanya.
Ahmad al-Santanawi mengungkapkan bahwa perkembangan peradaban Islam di Persia diawali dengan penunjukkan kota Isfahan sebagai Ibu kota kerajaan Safawi pada saat Abbas I menjadi penguasa kerajaan Safawi. Kota ini merupakan gabungan dari dua kota sebelumnya, yakni Jayy dan Yahudiyyah yang didirikan oleh Buchtanashshar atau Yazdajir I atas anjuran istrinya yang beragama Yahudi.[5]
Terjadi perbedaan pendapat tentang kapan kota ini masuk dalam wilayah Islam. Pemdapat pertama mengatakan bahwa penaklukkan kota ini terjadi pada tahun 19 H atas perintah khalifah Umar Ibn Khattab. Sedangkan pendapat kedua yang beraliran Bashrah menyebutkan bahwa kota ini ditaklukkan pada tahun 23 H di bawah pimpinan Abu Musa al-Asy’ari. Namun terlepas dari kedua perbedaan di atas, al-Santanawi menyatakan bahwa Isfahan menjadi kota penting sebagai pusat industri dan perdagangan setelah penaklukkan kedua terjadi pada masa dinasti Abbasiyyah.
Dengan demikian, peradaban Islam di Persia mulai berkembang pesat setelah kota Isfahan berhasil ditaklukkan oleh bala tentara Dinasti Abbasiyyah untuk yang kedua kalinya. Berangkat dari fakta ini, dapat disimpulkan bahwa proses perkembangan peradaban Islam di Persia dilakukan dalam rangka perluasan daerah kekuasaan.
C.            Kemajuan yang di capai pada masa Peradaban Islam di Persia
Masa kekuasaan Abbas 1 merupakan puncak kejayaan kerjaan Safawi. Ia berhasil mengatasi gejolak politik dalam negeri yang menggangu stabilitas Negara, dan sekaligus ia berhasil merebut kembali beberapa wilayah kekuasaan yang sebelumnya lepas tersebut oleh Kerajaan Utsmani[6]
1.      Bidang politik
Pengertian kemajuan dalam bidang politik di sini adalah terwujudnya integritas wilayah Negara yang luas yang dikawal oleh suatu angkatan bersenjata yang tangguh dan disutur oleh suatu pemerintah yang kuat, serta mampu memainkan peranan dalam peraturan politik internasional.
2.      Bidang ekonomi
Bukti nyata perkembangan perekonomian Safawi adalah dikuasainya Kepulauan Hurmuz dan pelabuhan gumrun diubah menjadi Bandar Abbas pada masa Abbas 1. Maka salah satu jalur dagang yang menghubungkan antara Timur dan Barat sepenuhnya menjadi milik Kerajaan Safawi. Di samping sector perdagangan Kerajaan Safawi juga mengalami kemajuan disektor pertanian terutama di daerah Bulan Sabit Subur (fortille crescent).
3.       Bidang ilmu pengetahuan 
Bangsa Persia dalam sejarah islam dianggap berjasa besar dalam ilmu pengetahuan.  Maka tidaklah mengherankan apabila kondisi tersebut terus berlanjut, sehingga muncul ilmuan Baha al-Din  asy –Syaerozi, Sadar al-Din  asy –Syaerozi , Muhammad al-Baqir al-Din ibn Muhammad Damad, masing-masing ilmuan dibidang filsafat ,sejarah, teolog, dan ilmu umum.
4. Bidang seni
Kemajuan seni arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan megah yang  memperindah ibukota kerjaan ini, sejumlah masjid, sekolah, rumah sakit, jembatan yang memanjang diatas ZendeRud dan istana chihilsutun. Kota Isfahan turut diperindah dengan kebun wisata.
Dinasti Syafawi di Persia meraih puncak keemasan di bawah pemerintahan Syah Abbas I selama periode 1588-1628 M. Abbas I berhasil membangun kerajaan safawi sebagai kompetitor seimbang bagi Kerajaan Turki Usmani.
Tanda-tanda kemunduran kerajaan persia mulai muncul sepeninggalan Abbas I. Secara berturut-turut syah yang menggantikan Abbas I adalah:
a)    Safi Mirza (1628-1642 M)
b)    Abbas II (1642-1667 M)
c)     Sulaiman (1667-1694 M0
d)    Husain (1694-1722 M)
e)     Tahmasp II (1722-1732 M)
f)     Abbas III (1733-1736 M).
Banyak faktor yang mewarnai kemunduran kerajaan safawi, di antaranya dari perebutan kekuasaan di kalangan keluarga kerajaan. Selain itu dikarenakan bahwa Syah-syah yang menggantikan Abbas I sangat lemah dalam banyak hal terutama kepiawaian dalam memimpin dan pendekatannya terhadap pejabat, aparat dan rakyat.
1.      Safi Mirza, cucu Abbas I merupakan pemimpin yang lemah dan kelemahan ini dilengkapinya oleh kekejaman yang luar biasa terhadap pembesar-pembesar kerajaan karena sifatnya yang pecemburu.[7] Pada masa pemerintahan Mirza inilah kota Qandahar lepas dari penguasaan Safawi karena direbut oleh kerajaan Mughal yang pada saat itu dipimpin oleh Syah Jehan, dan Baghdad direbut oleh Kerajaan Usmani.
2.      Abbas II disebutkan sebagai seorang raja yang pemabuk, sehingga kebiasaan mabuk inilah yang menamatkan riwayatnya. akan tetapi di tangannya kota Qandahar bisa direbut kembali. Demikian halnya dengan Sulaiman, ia juga disebut sebagai seorang pemabuk dan selalu bertindak kejam terhadap pembesar istana yang dicurigainya. Disebutkan Selama tujuh tahun ia tak pernah memerintah kerajaan. Diyakini, konflik dengan Turki Usmani adalah sebab pertama yang menjadikan  Safawi mengalami kemunduran. Terlebih Turki Usmani merupakan kerajaan yang lebih kuat dan besar daripada Safawi. Hakikatnya ketegangan ini disebabkan oleh konflik Sunni-Syi’ah.
3.      Syah Husain adalah raja yang alim akan tetapi kealiman Husain adalah suatu kefanatikan tehadap Syi’ah. Karena dia lah ulama Syi’ah berani memaksakan pendiriannya terhadap golongan Sunni. Inilah yang menyebabkan timbulnya kemarahan golongan sunni di Afganistan  sehingga menimbulkan pemberontakan-pemberontakan.
4.      Pemberontakan bangsa Afgan dimulai pada 1709 M di bawah pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut wilayah Qandahar. Lalu disusul oleh pemberontakan suku Ardabil di Herat yang berhasil menduduki Mashad.
5.      Di lain pihak Mir Vays digantikan oleh Mir Mahmud sebagai penguasa Qandahar. Pada masa Mir Mahmud berhasil menyatukan suku Afgan dengan suku Ardabil. Dengan kekuatan yang semakin besar, Mahmud semakin terdorong untuk memperluas wilayah kekuasaannya dengan merebut wilayah Afgan dari tangan Safawi. Bahkan ia melakukan penyerangan terhadap Persia untuk menguasai wilayah tersebut.
6.       Penyerangan demi penyerangan ini memaksa Husain untuk mengakui kekuasaan Mahmud. Oleh Husain, Mahmud diangkat menjadi gubernur di Qandahar dengan gelar Husain Quli Khan yang berarti Budak Husain. Dengan pengakuan ini semakin mudah bagi Mahmud untuk menjalankan siasatnya. Pada 1721 M ia berhasil merebut Kirman. Lalu menyerang Isfahan, mengepung ibu kota safawi itu selama enam bulan dan memaksa Husain menyerah tanpa syarat. Pada 12 oktober 1722 M Syah Husain menyerah dan 25 Oktober menjadi hari pertama Mahmud memasuki kota Isfahan dengan kemenangan, sedangkan beberapa wilayah propinsi laut Kaspia di Jilan, Mazandaran dan Asterabad direbut oleh Rusia.
7.      Tahmasp II yang merupakan salah seorang putra Husain dengan dukungan penuh suku Qazar dari Rusia, memproklamirkan diri sebagai penguasa Persia dengan ibu kota di Astarabad. Pada 1726 M, Tahmasp bekerja sama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk memerangi dan mengusir bangsa Afgan yang menduduki Isfahan.
8.      Asyraf sebagai pengganti Mir Mahmud berhasil dikalahkan pada 1729 M, bahkan Asyraf terbunuh dalam pertempuran tersebut. Dengan kematian Asyraf, maka dinasti Safawi berkuasa lagi.
9.      Pada Agustus 1732 M, Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan dan digantikan oleh Abbas III yang merupakan putra Tahmasp II, padahal usianya masih sangat muda. Ternyata ini adalah strategi politik Nadir Khan, karena pada tanggal 8 maret 1736, dia menyatakan dirinya sebagai penguasa persia dari abbas III. Maka berakhirlah kekuasaan dinasti Safawi di Persia.
10.  Kehancuran Syafawi juga dikarenakan lemahnya pasukan Ghulam yang diandalkan oleh safawi pasca penggantian tentara Qizilbash. Hal ini karena pasukan Ghulam tidak lagi dilatih secara penuh dalam memahami seni militer. Sementara sisa-sisa pasukan Qizilbash tidak memiliki mental yang kuat dibandingkan dengan para pendahulu mereka. Sehingga membuat pertahanan militer Safawi sangat lemah dan mudah diserang oleh lawan.
Kerajaan Safawi mempunyai pola pemerintahan yang teokratik, sebab para penguasa bukan saja mengaku sebagai keturunan Ali, namun juga mengklaim berstatus sebagai titisan para Imam Syi’ah, bahkan Ismail I mengaku sebagai penjelmaan Tuhan, sinar ketuhanan dari imam yang tersembunyi, dan imam Mahdi. Ia memakai gelar Bayangan Tuhan di Bumi, meniru gelar yang dipakai oleh raja-raja Persia.[8]Dengan sistem teoraksi ala Syi’ah tersebut, kemudian dipadukan dengan sistem tarekat, kerajaan Safawi memiliki kemudahan dalam melakukan konsolidasi pemerintahan. Akan tetapi, dengan sistem itu pula ia menghadapi persoalan yang cukup krusial.
Dalam menjalankan tugasnya, kepala Negara terutama pada masa-masa awal memiliki kemudahan-kemudahan tertentu disamping menghadapi persoalan yang cukup krusial. Ini berkaitan dengan posisi mereka . di satu sisi ia adalah mursyidi kamil (pembimbing spiritual yang sempurna) dan di sisi lain adalahpadisyah (raja). Ketundukan dari para bawahan dan rakyatnya sebagai pengikut tarekat, sebagaimana terjadi dalam tarekat lain, hampir tanpa reserve (cadangan). Hal ini sangat memudahkan raja dalam melakukan konsolidasi pemerintahannya. Sementara itu, dalam kepercayaan tarekat kesempurnaan yang ada padamursyidi kamil tak tergoyahkan. Oleh karena itu para pengikut tarekat tidak dapat menerima kenyataan ketika pemimpinnya dikalahkan oleh lawannya. Ini terjadi ketika pasukan Qizilbasy dikalahkan oleh pasukan Turki Usmani pada pertempuran di Chaldiran pada tahun 1514 M. Mereka mengalami shock keagamaan yang berat, karena menurut kepercayaan mereka pemimpin mereka tak bisa terkalahkan.


BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
1.    Berawal  dari masuknya Islam ke Persia pada zaman Abu bakar yang berhasil menaklukkan Qadisiah, ibu kota dinasti Sasan (637 M), bagian kecil dari Sasaniah yaitu Baduspaniah bertahan hingga abad 16 Masehi.
2.    Ahmad al-Santanawi mengungkapkan bahwa perkembangan peradaban Islam di Persia diawali dengan penunjukkan kota Isfahan sebagai Ibu kota kerajaan Safawi pada saat Abbas I menjadi penguasa kerajaan Safawi. Kota ini merupakan gabungan dari dua kota sebelumnya, yakni Jayy dan Yahudiyyah yang didirikan oleh Buchtanashshar atau Yazdajir I atas anjuran istrinya yang beragama Yahudi.
3.    Terdapat Kemajuan yang di capai pada masa Peradaban Islam di Persia di antaranya :
a)    Bidang politik
b)   Bidang ekonomi
c)    Bidang pengetahuan
d)   Bidang seni

B.     Saran
Demikian makalah ini penulis sajikan, Tentunya masih terdapat banyak cacat yang  perlu untuk mencapai kesempurnaan, oleh karenanya penulis berharap sudilah kiranya kekurangan-kekurangan tersebut, para pembaca yang budiman sebagai pemerhati ilmu lebih khusus di bidang pendidikan untuk memberi koreksi atau saran demi sempurnanya makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA
Al-Santanawi Ahmad, Dairat al-Ma’arif al-Islamiyyah.
Fatimah Siti, Sejarah Peradaban Islam  dari Masa Klasik hingga Modern, Yogyakarta : Lesfi, 2004.
Hamka, Sejarah Umat Islam, Cet; Keempat:  Jakarta: Bulan Bintang).
Maryam Siti, Sejarah Peradaban Islam  Dari Masa Klasik Hingga Modern, Cet; pertama: yogyakarta: Lesfi Yogyakarta,  2003.
Rahman Eni,  Sejarah Kerajaan Safawi, http://bookedu.wordpress.com/2010/08/19/ sejarah- kerajaan-safawi. (10 Mei 2016).
Supriadi Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Yatim BadriSejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Cet. XVI  Jakarta: Raja Grafindo Persada 2004
Zaidan JurjiHistory of Islamic Civilization, New Delhi: Kitab Bhavan, 1978.



[1]Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam  Dari Masa Klasik Hingga Modern, (Cet; pertama: yogyakarta: Lesfi Yogyakarta,  2003), h. 325.

[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Cet. XVI: Jakarta: Raja Grafindo Persada 2004),  hlm. 138.

[3] Dedi Supriadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 254-255.

[4] Hamka, Sejarah Umat Islam, (Cet; Keempat:  Jakarta: Bulan Bintang),  h. 60.
[5] Ahmad al-Santanawi, Dairat al-Ma’arif al-Islamiyyah, h. 258-259.

[6]Fatah Syukur, Sejarah Peradaban  Islam, h. 141.
[7] Eni Rahman,  Sejarah Kerajaan Safawi, http://bookedu.wordpress.com/2010/08/19/ sejarah-kerajaan-safawi. (10 Mei 2016).

[8] Siti Fatimah, Sejarah Peradaban Islam  dari Masa Klasik hingga Modern, (Yogyakarta : Lesfi, 2004),  h. 284.


Iklan Atas Artikel

Adnow April 22

Adnow April 22

Iklan Bwah Artikel (Adnow)