Makalah; Akhlak Terpuji Kepada Diri Sendiri
AKHLAK TERPUJI KEPADA DIRI SENDIRI
Makalah ini di ajukan untuk memenuhi mata kuliah:
PENDIDIKAN AKHLAK
Disusun Oleh:
Ahmad Mutadayyin
Zulfikri Haikal
Naharuddin
Abd.Kadir
Abid
Dosen Pengampu : Dr. H. Abd. Rahman, S.Pd.I. ,M.Ag
Fakultas / Semester : Tarbiyah / I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akhlak terhadap dirimu sendiri pada dasarnya disetujui
oleh semua manusia yang diperuntukkan bagi umat Muslim. utamanya bagi seluruh umat muslim. Seorang muslim adalah
pemimpin bagi dirinya sendiri. Siapapun dia, seorang muslim tentu akan dimintai
pertanggungjawaban atas apa yang telah diperbuat terhadap dirinya sendiri. Oleh karena itu, Islam memandang bahwa setiap muslim harus
menunaikan etika dan akhlak yang baik terhadap dirinya sendiri, sebelum ia
berakhlak yang baik terhadap orang lain.. Dan ternyata hal ini sering dilalaikan oleh
kebanyakan kaum muslimin.
Secara garis besar, akhlak seorang muslim terhadap
dirinya dibagi menjadi tiga bagian yaitu: terhadap fisiknya, terhadap akalnya,
dan terhadap hatinya. Karena memang setiap insan memiliki tiga komponen
tersebut dan kita dituntut untuk memberikan hak kita terhadap diri kita sendiri
dalam ketiga unsur yang terdapat dalam dirinya tersebut. Namun, tanpa disadari
seseorang telah berakhlak tidak baik pada dirinya sendiri. Misalnya saja
merokok, seorang perokok bisa dikatakan berakhlak tidak baik pada dirinya
sendiri. Karena dengan merokok, lama kelamaan akan menyebabkan paru-paru
menjadi rusak dan hal itu sama artinya dengan kita tidak menjaga tubuh kita
dengan baik atau berakhlak tidak baik pada diri sendiri. Ada satu hal yang
kerap kali dilakukan oleh seseorang yang menurut pelakunya adalah hal biasa
namun hal tersebut juga termasuk akhlak tidak baik pada diri sendiri yaitu
begadang. Orang yang tidur terlalu larut malam sehingga hal itu dapat
menyebabkan daya tahan tubuh berkurang.
Jadi, sebagai manusia atau sebagai seorang
muslim yang baik hendaklah kita selalu berakhlak baik dalam hal apapun. Karena
sesungguhnya, Allah SWT menciptakan manusia dengan tujuan utama penciptaannya
adalah untuk beribadah. Ibadah dalam pengertian secara umum yaitu melaksanakan
segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya dengan penuh kesadaran dan
keikhlasan. Manusia diperintahkan-Nya untuk menjaga, memelihara, dan
mengembangkan semua yang ada untuk kesejahteraan dan kebahagiaan hidup. Dan
Allah SWT sangat membenci manusia yang melakukan tindakan merusak yang ada.
Karena Allah SWT membenci tindakan yang merusak maka orang yang cerdas akan
meninggalkan perbuatan itu, menyadari bahwa jika melakukan perbuatan terlarang
akan berakibat pada kesengsaraan hidup di dunia dan terlebih-lebih lagi di
akhirat kelak, sebagai tempat hidup yang sebenarnya. Untuk itulah materi akhlak
terhadap diri sendiri ini sangatlah penting untuk dipahami, dipelajari dan
diteladani.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian akhlak terhadap diri sendiri?
2. Apa
saja macam-macam akhlak terhadap diri sendiri itu?
3. Apa
saja manfaat akhlak terhadap diri sendiri?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Akhlak Terpuji Terhadap Diri Sendiri
Yang dimaksud dengan akhlak terhadap diri
sendiri adalah sikap seseorang terhadap diri pribadinya baik itu jasmani
sifatnya atau ruhani. Manusia dapat diperbaiki akhlaknya dengan menghilangkan
akhlak-akhlak tercela. Di sinilah terletak tujuan pokok agama, yakni
mengajarkan dan menawarkan sejumlah nilai moral atau akhlak mulia agar mereka
menjadi baik dan bahagia dengan melatih diri untuk melakukan hal yang terbaik.[1] Iman tidak akan sempurna kecuali dengan menghiasi
diri dengan Akhlak.
Kita harus adil dalam memperlakukan diri kita
dan jangan pernah memaksa diri kita untuk melakukan sesuatu yang tidak baik
atau bahkan membahayakan jiwa. Sesuatu yang membahayakan jiwa bisa bersifat
fisik atau psikis. Misalnya kita melakukan hal-hal yang bisa membuat tubuh kita
menderita. Seperti; terlalu banyak begadang, sehingga daya tahan tubuh
berkurang, merokok, yang dapat menyebabkan paru-paru kita rusak, mengkonsumsi
obat terlarang, dan minuman keras yang dapat membahayakan jantung dan otak
kita. Untuk itu kita harus bisa bersikap atau berakhlak baik terhadap tubuh
kita. Selain itu sesuatu yang dapat membahayakan diri kita itu bisa bersifat
psikis. Misalkan iri, dengki, munafik, dan lain sebagainya. Hal itu semua dapat
membahayakan jiwa kita. Semua itu merupakan penyakit hati yang harus kita
hindari. Hati yang berpenyakit seperti iri, dengki, munafik, dan lain
sebagainya akan sulit sekali menerima kebenaran, karena hati tidak hanya
menjadi tempat kebenaran dan iman tetapi hati juga bisa berubah menjadi tempat
kejahatan dan kekufuran.[2]
Untuk menghindari hal tersebut di atas maka
kita dituntut untuk mengenali berbagai macam penyakit hati yang dapat merubah
hati kita, yang tadinya merupakan tempat kebaikan dan keimanan menjadi tempat
keburukan dan kekufuran. Seperti yang telah dikatakan bahwa diantara penyakit
hati adalah iri, dengki, dan munafik. Maka kita harus mengenali penyakit hati
tersebut.
1. Macam
penyakit hati yaitu:
a) Dengki,
Orang pendengki adalah orang yang paling rugi. Ia tidak mendapatkan
apapun dari sifat buruknya itu. Bahkan pahala kebaikan yang dimilikinya akan
terhapus. Islam tidak membenarkan kedengkian. Rasulullah bersabda: "Abu
Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "hati-hatilah
pada kedengkian karena kedengkian menghapuskan kebajikan, seperti api yang
melahap minyak." (H.R. Abu Dawud)
b) Munafik,
Orang munafik adalah orang yang berpura-pura atau ingkar. Apa yang mereka
ucapkan tidak sama dengan apa yang ada di hati dan tindakannya. Adapun
tanda-tanda orang munafik ada tiga. Hal ini dijelaskan dalam hadits, yaitu:
عن أبى هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول االله
صلعم. ” أيات المنافقين ثلاث, إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف, وإذا اؤتمن خان
Dari Abu
hurairah r.a. Rasulullah berkata: " tanda-tanda orang munafik ada tiga,
jika ia berbicara ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi
amanat ia berkhianat." (H.R. Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan an-Nisa'i)
2. Adapun
cara untuk memelihara akhlak terhadap diri sendiri antara lain :
a. Sabar,
yaitu perilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari
pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya. Sabar
diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa
musibah.
b. Syukur,
yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa
terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan.
Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan
syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat
Allah sesuai dengan aturan-Nya.
c. Tawaduk,
yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua,
muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan
dari sifat iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan
orang lain.
d. Shidiq,
artinya benar atau jujur. Seorang muslim dituntut selalu berada dalam keadaan
benar lahir batin, yaitu benar hati, benar perkataan, dan benar perbuatan.
e. Amanah,
artinya dapat dipercaya. Sifat amanah memang lahir dari kekuatan iman. Semakin
menipis keimanan seseorang, semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya.
Antara keduanya terdapat ikatan yang sangat erat sekali. Rasulullah SAW
bersabda bahwa “ tidak (sempurna) iman seseorang yang tidak amanah dan tidak
(sempurna) agama orang yang tidak menunaikan janji.” ( HR. Ahmad )
f. Istiqamah,
yaitu sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan keislaman meskipun
menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan. Perintah supaya beristiqamah
dinyatakan dalam Al-Quran pada surat Al- Fushshilat ayat 6 yang artinya “
Katakanlah bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan
kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka istiqamahlah
menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan yang besarlah bagi
orang-orang yang mempersekutukan-Nya.” Shalat juga merupakan mekanisme untuk
membersihkan hati dan mensucikan diri dari kotoran-kotoran dosa dan
kecenderungan melakukan perbuatan dosa.[3]
g. Iffah,
yaitu menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik dan memelihara kehormatan
diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak, dan menjatuhkannya. Nilai
dan wibawa seseorang tidak ditentukan oleh kekayaan dan jabatannya dan tidak
pula ditentukan oleh bentuk rupanya, tetapi ditentukan oleh kehormatan dirinya.
h. Pemaaf,
yaitu sikap suka memberi maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa ada rasa
benci dan keinginan untuk membalas. Islam mengajarkan kita untuk dapat
memaafkan kesalahan orang lain tanpa harus menunggu permohonan maaf dari yang
bersalah
B. Macam-Macam
Akhlak Terpuji Terhadap Diri Sendiri
1. Berakhlak
terhadap jasmani
a) Menjaga
kebersihan dirinya
Islam menjadikan kebersihan sebagian dari Iman.
Ia menekankan kebersihan secara menyeluruh meliputi pakaian dan juga badan.
Rasulullah memerintahkan sahabat-sahabatnya supaya memakai pakaian yang bersih,
baik, dan rapi terutamanya pada hari Jumat, memakai wewangian.
b) Menjaga
makan minumnya
Bersederhanalah
dalam makan minum, berlebihan atau melampaui dilarang dalam Islam. Sebaiknya
sepertiga dari perut dikhaskan untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan
sepertiga untuk bernafas. Allah SWT berfirman :
فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا
طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Artinya : Maka makanlah yang halal lagi baik
dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah ni'mat Allah,
jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.(QS. An Nahl:114)
c) Tidak
mengabaikan latihan jasmaninya
Riyadhah atau latihan jasmani amat penting
dalam penjagaan kesehatan, walau bagaimanapun ia dilakukan menurut etika yang
ditetapkan oleh Islam tanpa mengabaikan hak-hak Allah, diri, keluarga,
masyarakat dan sebagainya. Dalam arti ia tidak mengabaikan kewajiban sembahyang
sesuai kemampuan diri, adat bermasyarakat dan lainnya.
d) Rupa
diri
Seorang muslim mestilah mempunyai rupa diri
yang baik. Islam tidak pernah mengizinkan budaya tidak senonoh,
compang-camping, kusut, dan lainnya. Islam adalah agama yang mempunyai rupa
diri dan tidak mengharamkan yang baik. Seseorang yang menjadikan rupa diri
sebagai alasan tindakannya sebagai zuhud dan tawaduk, ini tidak dapat diterima
karena Rasulullah yang bersifat zuhud dan tawaduk tidak melakukan begitu. Islam
tidak melarang umatnya menggunakan nikmat Allah kepadanya asalkan tidak
melampaui batas dan takabur.
2. Berakhlak terhadap
akalnya
a) Memenuhi
akalnya dengan ilmu
Akhlak Muslim ialah menjaganya agar tidak rusak
dengan mengambil sesuatu yang memabukkan dan menghayalkan. Islam menyuruh
supaya membangun potensi akal hingga ke tahap maksimum, salah satu cara
memanfaatkan akal ialah mengisinya dengan ilmu. Ilmu fardh‘ain yang menjadi
asas bagi diri seseorang muslim hendaklah diutamakan karena ilmu ini mampu dipelajari
oleh siapa saja, asalkan dia berakal dan cukup umur. Nabi Muhammad menempati
kedudukan sebagai manusia sempurna. Allah menciptakan microcosmos, manusia
sempurna, dan insan kamil dengan perantaraan kesadaran keilahian-Nya diungkap
pada diri sendiri.[4] Untuk itulah manusia harus
berusaha untuk bisa menjadi insan kamil.
b) Penguasaan
ilmu
Sepatutnya umat
Islamlah yang selayaknya menjadi pemandu ilmu supaya manusia dapat bertemu
dengan kebenaran. Kekufuran (kufur akan nikmat) dan kealfaan umat terhadap
pengabaian penguasaan ilmu ini. Perkara utama yang patut diketahui ialah
pengetahuan terhadap kitab Allah, bacaannya, tajwidnya, dan tafsirnya. Kemudian
hadits-hadits Rasul, sirah, sejarah sahabat, ulama, dan juga sejarah Islam,
hukum-hukum ibadah serta muamalah. Sementara itu umat islam hendaklah membuka
tingkat pikirannya kepada segala bentuk ilmu, termasuk juga bahasa asing supaya
pemindahan ilmu berlaku dengan cepat. Rasulullah pernah menyuruh Zaid bin
Tsabit supaya belajar bahasa Yahudi dan Syiria. Diantara sahabat Rasululllah,
Abdullah bin Zubair merupakan sahabat yang memahami dan menguasai bahasa asing.
Beliau mempunyai seratus orang khadam yang masing-masing bertutur kata
berlainan dan apabila berhubungan dengan mereka, dia menggunakan bahasa yang
dituturkan oleh mereka.
3. Berakhlak
terhadap jiwa
Manusia pada umumnya tahu benar bahwa jasad
perlu disucikan selalu, begitu juga dengan jiwa. Pembinaan akhlak secara
efektif dengan memperhatikan faktor kejiwaan, menurut ahli penelitian para psikolog
bahwa kejiwaan manusia berbeda-beda menurut perbedaan tingkat usia. Untuk itu
perlu adanya suatu cara dalam membersihkan jiwa manusia. Pembersihan jiwa beda
dengan pembersihan jasad. Ada beberapa cara membersihkan jiwa dari kotorannya,
diantaranya:[5]
a) Bertaubat
b) Bermuraqabah
c) Bermuhasabah
d) Bermujahadah
e) Memperbanyak
ibadah
f) Menghadiri
lembaga-lembaga ilmu
C. Manfaat
Akhlak Terpuji Terhadap Diri Sendiri
1. Berakhlak
terhadap jasmani:
§ Jauh
dari penyakit karena sering menjaga kebersihan
§ Tubuh
menjadi sehat dan selalu bugar
§ Menjadikan
badan kuat dan tidak mudah lemah
2.
Berakhlak terhadap akalnya:
§ Memperoleh
banyak ilmu
§ Dapat
mengamalkan ilmu yang kita peroleh untuk orang lain
§ Membantu
orang lain
§ Mendapat
pahala dari Allah SWT
3. Berakhlak
terhadap jiwa:
§ Selalu
dalam lindungan Allah SWT
§ Jauh
dari perbuatan yang buruk
§ Selalu
ingat kepada Allah SWT
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan tentang akhlak terhadap diri sendiri maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Akhlak
terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang terhadap diri pribadinya baik itu
jasmani sifatnya atau ruhani.
2. Akhlak
terhadap diri sendiri dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu akhlak terhadap
jasmani, akhlak terhadap akal, dan akhlak terhadap jiwa.
3. Bentuk-bentuk
akhlak terpuji terhadap diri sendiri adalah berilmu, kerja keras, kreatif,
produktif, dan inovatif.
4. Manfaat
akhlak terhadap diri sendiri:
- Berakhlak
terhadap jasmani:
a. Jauh
dari penyakit karena sering menjaga kebersihan
b. Tubuh
menjadi sehat dan selalu bugar
c. Menjadikan
badan kuat dan tidak mudah lemah
- Berakhlak
terhadap akalnya:
1) Memperoleh
banyak ilmu
2) Dapat
mengamalkan ilmu yang kita peroleh untuk orang lain
3) Membantu
orang lain
4) Mendapat
pahala dari Allah SWT
-- Berakhlak
terhadap jiwa:
1) Selalu
dalam lindungan Allah SWT
2) Jauh
dari perbuatan yang buruk
3) Selalu
ingat kepada Allah SWT
DAFTAR PUSTAKA
Hajjaj, Muhammad Fauqi, Tasawuf Islam dan
Akhlak, Jakarta: Amzah, 2011
Teguh, Moral Islam dan Moral Jawa, Jember: CSS
Jember, 2008
Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002
Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006
[1] Teguh, Moral Islam dan Moral Jawa
(Jember: CSS Jember, 2008), hlm. 4
[2] Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam dan
Akhlak (Jakarta: Amzah, 2001), hlm. 239
[3]Ibid., hlm. 245
[4] Simuh, Tasawuf dan Perkembangan dalam
Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 142
[5] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 166
Belum ada Komentar untuk "Makalah; Akhlak Terpuji Kepada Diri Sendiri"
Posting Komentar