Makalah Perjuangan Bangsa Indonesia Dalam Mempertahankan Kemerdekaan Dari Ancaman Disentegrasi
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur
kepada Allah SWT. Yang telah memberi karunia yang berupa nikmat kesempatan, dan
kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “masyarakat
multikultural sebagai kekayaan bangsa Indonesia, dan upaya pelestarian kebudayaan untuk pembangunan bangsa.
Makalah ini di
susun sebagai dukungan dari reken-rekan dan guru yang telah mendampingi penulis
dalam menyusun makalah ini. Yang di dalamnya telah diuraikan masalah masyarakat
multikultural. Yang dapat memberikan suatu pelajaran kepada masyatakat akan
pentingnya keragaman budaya bagi pem-bangunan bangsa. Dengan demikian dapat
mendorong masyarakat untuk meles-tarikan budaya bangsa.
Suatu kebahagiaan tersendiri
bagi penulis dalam meyusun makalah ini, karena di sini penulis bisa mengapresiasikan
apa yang ada dibenak sanubarinya yang berupa ide dan pikiran dalam rangka ikut mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Masuk disisi lain penulis
harus berpikir dan bekerja keras agar makalah yang dibuat akan lebih baik untuk menjadi generasi
bangsa yang cerdas dan memiliki sikap berbudi pekerti yang luhur dan menjunjung
tinggi harkat dan martabat bangsa.
Penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada pembimbing, dan rekan-rekan yang telah mendukung
penulis sehingga makalah ini dapat selesai dan tidak lupa penulis mengucapkan
terimakasih kepada pembaca, yang apa bila ada kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Dan teriring doa semoga
sukses. Amiin...
Maros, 16 juni 2014
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kemerdekaan
Indonesia sudah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Meskipun
demikian, Belanda tidak mengakui kemerdekaan itu dan terus berusaha untuk
menjajah Indonesia kembali. Setelah kedatangan sekutu ke Indonesia dalam rangka mengambil alih
kekuasaan dari tangan Jepang, ternyata diikuti oleh Belanda yang ingin menjajah
kembali Indonesia, maka rakyat Indonesia di berbagai daerah mengangkat senjata
untuk mempertahankan kemerdekaan. Bangsa Indonesia berjuang dengan gigih untuk
mempertahankan kemerdekaan.Ada dua bentuk perjuangan mempertahakan kemerdekaan,
yaitu perjuangan fisik dan perjuangan diplomasi. Perjuangan fisik
dilakukan dengan cara bertempur melawan musuh. Perjuangan diplomasi
dilakukan dengan cara menggalang dukungan dari negara-negara lain dan lewat
perundingan-perundingan. Kemerdekaan Indonesia tentu merupakan
sebuah bencana bagi negara yang telah menjajah Indonesia.. Maka, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1945 bukanlah akhir perjuangan bangsa Indonesia. Akan tetapi, ia adalah awal
perjuangan baru bangsa ini dalam membangun sebuah tatanan berbangsa dan
bernegara. Sebuah negara berdiri bukan hanya berdasarkan wilayah, namun juga
membutuhkan perangkat pemerintahan, dan yang terpenting adalah pengakuan
kedaulatan dari negara lain. Karena pada hakikatnya (seperti halnya manusia
sebagai makhluk sosial), dalam kehidupan bernegara juga membutuhkan negara lain
agar bangsa dan negara ini dapat bergaul dan tidak terkucilkan dalam hubungan
internasional.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa yang menyebabkan terjadinya Konflik Indonesia dan
Belanda pasca kemerdekaan?
2. Bagaimana Perjuangan perlawanan bangsa Indonesia di
daerah-daerah dalam mempertahankan Kemerdekaan ?
3. Bagaimana Perjuangan Diplomasi Indonesia dalam mempertahankan
Kemerdekaan?
4. Apakah faktor memaksa Belanda keluar dari Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERLAWANAN BANGSA INDONESIA DI
BEBERAPA DAERAH
Kehadiran
pasukan Sekutu yang membawa orang-orang NICA pada tanggal 29 September 1945
sangat mencemaskan rakyat dan pemerintah RI. Keadaan ini semakin memanas ketika
NICA mempersenjatai kembali bekas KNIL yang baru dilepaskan dari tahanan
Jepang. Para pejabat Republik Indonesia yang menerima kedatangan pasukan ini
karena menghormati tugas. Mereka menjadi sasaran teror dan percobaan
pembunuhan. Oleh karena itu sikap pasukan Sekutu yang tidak menghormati
kedaulatan negara dan bangsa Indonesia ini dihadapi dengan kekuatan senjata,
oleh rakyat dan pemerintah. Di beberapa daerah muncul perjuangan untuk
mempertahankan kemerdekaan sebagai berikut.
1.
Pertempuran 10 November di Surabaya
Pertempuran di Surabaya diawali dengan pendaratan
pasukan Sekutu dibawah pimpinan Brigjen A.W.S. Mallaby pada tanggal 25 Oktober
1945. Pada tanggal 27 Oktober, mereka menyerbu penjara dan membebaskan
perwira-perwira Sekutu yang sebelumnya ditawan oleh pejuang-pejuang republik.
Pembebasan tanpa izin pemerintah RI telah menimbulkan kemarahan rakyat
setempat, sehingga mereka secara serentak mengadakan serangan terhadap Sekutu.
Dalam suatu pertempuran, Mallaby terbunuh. Hal ini menimbulkan kemarahan
Sekutu, sehingga komandan pasukan Sekutu di Jawa Timur, Mayjend R. Mansergh
mengeluarkan ultimatum. Ultimatum tersebut berisi
a.
semua pemimpin Indonesia termasuk pemimpin
pergerakan, pemuda, polisi, dan petugas radio harus melapor kepada Inggris
dalam batas waktu sampai pukul 18.00 pada tanggal 9 November 1945;
b.
mereka harus berbaris satu-persatu dengan membawa
senjata yang dimilikinya;
c.
setelah meletakkan senjata, mereka harus berjalan
dengan tangan di atas kepala menuju pos yang telah ditentukan;
d.
jika ultimatum ini tidak ditaati, Inggris akan
menghancurkan seluruh kota Surabaya.
Ultimatum tersebut tidak digubris oleh rakyat
Surabaya yang didukung juga oleh gubernurnya R. Soerjo. Semangat untuk membela
dan mempertahankan kemerdekaan telah mendorong rakyat rela berkorban. Bung Tomo
salah seorang pimpinan para pejuang selalu membangkitkan semangat perjuangan
melalui radio agar rakyat Surabaya tidak menghiraukan ultimatum Inggris.
Akhirnya, pasukan Inggris dan Belanda menggempur Surabaya dari segala jurusan
dengan persenjatan berat dan lengkap pada tanggal 10 November 1945. Penduduk
Surabaya bertempur mati-matian sehingga banyak korban yang tewas. Pertempuran
di Surabaya bagi pasukan Inggris sendiri merupakan perang terbesar yang
dialaminya setelah Perang Dunia II, sehingga mereka menyebutnya “neraka”.
Peristiwa tanggal 10 November tersebut kemudian diperingati sebagai Hari
Pahlawan.
2.
Bandung Lautan Api (23 Maret 1946)
Pada bulan Oktober 1945, Tentara Republik Indonesia
(TRI) dan pemuda serta rakyat sedang berjuang melawan tentara Jepang untuk
merebut senjata dari tangan Jepang. Pada saat itu, pasukan AFNEI sudah memasuki
kota Bandung. Pasukan AFNEI menuntut pasukan Indonesia untuk menyerahkan
senjata. Disamping itu, TRI harus mengosongkan kotra Bandung bagian utara
paling lambat tanggal 29 Oktober 1945.
Tuntutan dari AFNEI tersebut tidak diindahkan oleh
TRI maupun rakyat Bandung. Dipimpin oleh Arudji Kartawinata, TRI dan pemuda
Bandung melakukan serangan terhadap kedudukan AFNEI. Pertempuran itu berlanjut
hingga memasuki tahun 1946. Pada tanggal 23 maret 1946, AFNEI kembali
mengeluarkan ultimatum supaya TRI meninggalkan kota Bandung. Ultimatum itu
diperkuat dengan adanya perintah dari pemerintah pusat Jakarta supaya TRI
meninggalkan Bandung.
Pemerintah dari pusat tersebut memang bertentangan
dengan instruksi dari markas TRI di Yogyakarta. Sebelum meninggalkan Bandung,
TRI mengadakan perlawanan dengan cara membumihanguskan kota Bandung bagian
selatan. Tindakan itu membawa akibat fatal bagi pasukan AFNEI, karena mengalami
kesulitan akomodasi dan logistik di kota Bandung. Tindakan membumihanguskan
kota dikenal dengan Bandung Lautan Api.
3.
Peristiwa Palagan Ambarawa (21 November – 15
Desember 1945)
Pada waktu itu, TKR dibawah pimpinan Panglima
Divisi V Banyumas, Kolonel Soedirman dan berhasil memukul mundur Sekutu sampai
ke Semarang pada tanggal 15 Desember 1945. Kemenangan di Ambarawa itu mempunyai
arti yang sangat penting karena letaknya yang strategis. Apabila musuh
menguasai Ambarawa, mereka bisa mengancam tiga kota utama di Jawa Tengah, yaitu
Surakarta (Solo), Magelang, dan terutama Yogyakarta yang merupakan tempat
kedudukan markas tertinggi TKR. Pertempuran di Ambarawa tersebut terkenal
dengan sebutan “Palagan Ambarawa”, dan sampai sekarang selalu diperingati
sebagai “Hari Infanteri” oleh TNI-AD.
4.
Pertempuran Medan Area (10 Desember 1945)
Berita
Proklamasi Kemerdekaan baru sampai di Medan pada tanggal 27 Agustus 1945. Hal
ini disebabkan sulitnya komunikasi dan adanya sensor dari tentara Jepang.
Berita tersebut dibawa oleh Mr. Teuku M. Hassan yang diangkat menjadi Gubernur
Sumatra. Ia ditugaskan oleh pemerintah untuk menegakkan kedaulatan Republik
Indonesia di Sumatera dengan membentuk Komite Nasional Indonesia di wilayah
itu. Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu mendarat di Sumatera Utara di
bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly. Serdadu Belanda dan NICA ikut
membonceng pasukan ini yang dipersiapkan mengambil alih pemerintahan. Pasukan
Sekutu membebaskan para tawanan atas persetujuan Gubernur Teuku M. Hassan. Para
bekas tawanan ini bersikap congkak sehingga menyebabkan terjadinya insiden di
beberapa tempat. Achmad Tahir,
seorang bekas perwira tentara Sukarela memelopori terbentuknya TKR Sumatra
Tirnur. Pada tanggal l0 Oktober 1945. Di samping TKR, di Sumatera Timur
terbentuk Badan-badan perjuangan dan laskar-laskar partai. Pada tanggal 18
Oktober 1945 Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly memberikan ultimatum kepada pemuda
Medan agar menyerahkan senjatanya. Aksi-aksi teror mulai dilakukan oleh Sekutu
dan NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945 Sekutu memasang papan-papan yang
bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut pinggiran kota Medan.
Bagaimana sikap para pemuda kita? Mereka dengan gigih membalas setiap aksi yang
dilakukan pihak Inggris dan NICA. Pada tanggal 10 Desember 1945 pasukan Sekutu
melancarkan serangan militer secara besar-besaran dengan menggunakan
pesawat-pesawat tempur. Pada bulan April 1946 pasukan Inggris berhasil mendesak
pemerintah RI ke luar Medan. Gubernur, Markas Divisi TKR, Walikota RI pindah ke
Pematang Siantar. Walaupun belum berhasil menghalau pasukan Sekutu, rakyat Medan
terus berjuang dengan membentuk Laskar Rakyat Medan Area.
Selain di
daerah Medan, di daerah-daerah sekitarnya juga terjadi perlawanan rakyat
terhadap Jepang, Sekutu, dan Belanda. Di Padang dan Bukittinggi pertempuran
berlangsung sejak bulan November 1945. Sementara itu dalam waktu yang sama di
Aceh terjadi pertempuran melawan Sekutu. Dalam pertempuran ini Sekutu
memanfaatkan pasukan-pasukan Jepang untuk menghadapi perlawanan rakyat sehingga
pecah pertempuran yang dikenal dengan peristiwa Krueng Panjol Bireuen.
Pertempuran di sekitar Langsa/Kuala Simpang Aceh semakin sengit ketika pihak
rakyat dipimpin langsung oleh Residen Teuku Nyak Arif. Dalam pertempuran ini
pejuang kita berhasil mengusir Jepang. Dengan demikian di seluruh Sumatera
rakyat bersama pemerintah membela dan mempertahankan kemerdekaan.
5.
Peristiwa Merah Putih di Manado (14 Februari 1946)
Peristiwa
Merah Putih di Manado terjadi tanggal 14 Pebruari 1946. Para pemuda tergabung
dalam pasukan KNIL (Koninklijk Nederlands Indische Leger). Kompeni VII bersama
laskar rakyat dari barisan pejuang melakukan perebutan kekuasaan pemerintahan
di Manado, Tomohon dan Minahasa. Sekitar 600 orang pasukan dan pejabat Belanda
berhasil ditahan. Pada tanggal 16 Pebruari 1946 mereka mengeluarkan surat
selebaran yang menyatakan bahwa kekuasaan di seluruh Manado telah berada di
tangan bangsa Indonesia. Untuk memperkuat kedudukan Republik Indonesia, para
pemimpin dan pemuda menyusun pasukan keamanan dengan nama Pasukan Pemuda
Indonesia yang dipimpin oleh Mayor Wuisan.
Bendera Merah
Putih dikibarkan di seluruh pelosok Minahasa hampir selama satu bulan, yaitu
sejak tanggal 14 Pebruari 1946. Dr. Sam Ratulangi diangkat sebagai Gubernur
Sulawesi bertugas untuk memperjuangkan keamanan dan kedaulatan rakyat Sulawesi.
Ia memerintahkan pembentukan Badan Perjuangan Pusat Keselamatan Rakyat. Dr. Sam
Ratulangi membuat petisi yang ditandatangani oleh 540 pemuka masyarakat
Sulawesi. Dalam petisi itu dinyatakan bahwa seluruh rakyat Sulawesi tidak dapat
dipisahkan dari Republik Indonesia. Oleh karena petisi itu, pada tahun 1946,
Dr. Sam Ratulangi ditangkap dan dibuang ke Serui (Irian Barat dan sekarang
Papua)
6.
Perang Puputan Margarana di Bali (18 November 1946)
Salah satu isi
perundingan Linggajati pada tanggal l0 November 1946 adalah bahwa Belanda
mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang
meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Selanjutnya Belanda harus sudah
meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949. Pada tanggal
2 dan 3 Maret 1949 Belanda mendaratkan pasukannya kurang lebih 2000 tentara di
Bali, ikut pula tokoh-tokoh yang memihak Belanda. Pada waktu itu Letnan Kolonel
I Gusti Ngurah Rai Komandan Resiman Nusa Tenggara sedang pergi ke Yogyakarta
untuk mengadakan konsultasi dengan Markas tertinggi TRI. Sementara itu
perkembangan politik di pusat Pemerintahan Republik Indonesia kurang
menguntungkan akibat perundingan Linggajati di mana Bali tidak diakui sebagai
bagian wilayah Republik Indonesia. Rakyat Bali merasa kecewa terhadap isi perundingan
ini. Lebih-lebih ketika Belanda membujuk Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai
diajak membentuk Negara Indonesia Timur. Ajakan tersebut ditolak dengan tegas
oleh I Gusti Ngurah Rai, bahkan dijawab dengan perlawanan bersenjata Pada
tanggal 18 November 1946 I Gusti Ngurah Rai memperoleh kemenangan dalam
penyerbuan ke tangsi NICA di Tabanan. Kemudian Belanda mengerahkan seluruh
kekuatan di Bali dan Lombok untuk menghadapi perlawanan rakyat Bali ini.
Pertempuran hebat terjadi pada tanggal 29 November 1946 di Margarana, sebelah
utara Tabanan. Karena kalah dalam persenjataan maka pasukan Ngurah Rai dapat
dikalahkan. I Gusti Ngurai Rai mengobarkan perang “Puputan” atau habis-habisan
demi membela Nusa dan Bangsa. Akhirnya I Gusti Ngurai Rai bersama anak buahnya
gugur sebagai kusuma bangsa.
7.
Peristiwa
Westerling di Makassar
Sebagai
Gubernur Sulawesi Selatan yang diangkat tahun 1945, Dr. G.S.S.J. Ratulangie
melakukan aktivitasnya dengan membentuk Pusat Pemuda Nasional Indonesia (PPNI).
Organisasi yang bertujuan untuk menampung aspirasi pemuda ini pernah dipimpin
oleh Manai Sophian. Sementara itu pada bulan Desember 1946 Belanda mengirimkan
pasukan ke Sulawesi Selatan di bawah pimpinan Raymond Westerling. Kedatangan
pasukan ini untuk “membersihkan” daerah Sulawesi Selatan dari pejuang-pejuang
Republik dan menumpas perlawanan rakyat yang menentang terhadap pembentukan
Negara Indonesia Timur. Di daerah ini pula, pasukan Australia yang diboncengi
NICA mendarat kemudian membentuk pemerintahan sipil. di Makassar karena Belanda
melakukan usaha memecah belah rakyat maka tampillah pemuda-pemuda pelajar
seperti A. Rivai, Paersi, dan Robert Wolter Monginsidi melakukan perlawanan
dengan merebut tempat-tempat strategis yang dikuasai NICA. Selanjutnya untuk
menggerakkan perjuangan dibentuklah Laskar Pemberontak Indonesia Sulawesi
(LAPRIS) dengan tokohtokohnya Ranggong Daeng Romo, Makkaraeng Daeng Djarung,
dan Robert Wolter Monginsidi sebagai Sekretaris Jenderalnya. Sejak tanggal 7 –
25 Desember 1946 pasukan Westerling secara keji membunuh beribu-ribu rakyat
yang tidak berdosa. Pada tanggal 11 Desember 1946 Belanda menyatakan Sulawesi
dalam keadaan perang dan hukum militer. Pada waktu itu Raymond Westerling
mengadakan aksi pembunuhan massal di desa-desa yang mengakibatkan sekitar
40.000 orang tidak berdosa menjadi korban kebiadaban.
8.
Pertempuran Lima Hari di
Semarang
Pada tanggal 15 — 20 Oktober 1945 di Semarang terjadi
pertempuran hebat antara pejuang Indonesia dengan tentara Jepang. Peristiwa ini
diawali dengan adanya desas-desus bahwa cadangan air minum di Candi, Semarang
diracun oleh Jepang. Untuk membuktikan kebenarannya, Dr. Karyadi, kepala
laboratorium Pusat Rumah Sakit Rakyat melakukan pemeriksaan. Pada saat
melakukan pemeriksaan, ia ditembak oleh Jepang sehingga gugur. Dengan gugurnya
Dr. Karyadi kemarahan rakyat khususnya pemuda tidak dapat dihindarkan dan
terjadilah pertempuran yang menimbulkan banyak korban jiwa. Untuk mengenang
peristiwa itu, di Semarang didirikan Tugu Muda. Untuk mengenang jasa Dr.
Karyadi diabadikan menjadi nama sebuah Rumah Sakit Umum di Semarang.
Selain perjuangan perjuangan di atas masih banyak
lagi perjuangan yang dilakukan para pahlawan kita demi mempertahankan
kemerdekaan Indonesia Seperti pertempuran empat hari di surakarta, Perisiwa
Merah Putih di Biak, pertempuran di teluk cirebon, dll
B. PERJUANGAN DIPLOMASI INDONESIA
Selaian berjuang mempertahankan Indonesia melalui
perjuangan fisik, Indonesia juga berusaha tetap mempertahankan kemerdekaanya
melalui perjuangan Diplomasi. Diplomasi artinya perundingan/perjanjian yang
dibuat untuk disepakati. Para pejuang diplomasi Indonesia berunding dengan
Belanda untuk membuat perjanjian yang akan dilaksanakan. Berikut adalah
berbagai perjuangan diplomasi kemerdekaan Indonesia:
1. Perundingan Hooge Veluwe
Sebelum Perjanjian
Linggajati didahului oleh perundingan di HogeVoluwe di Negeri Belanda yang
dilaksanakan pada tanggal 14-25 April 1946, berdasarkan suatu rancangan yang
disusun oleh Sjahrir, Perdana Mentri dalam Kabinet Sjahrir II.
Sebelumnya tanggal 10
Februari 1946, sewaktu Sjahrir menjabat Perdana Mentri dalam Kabinet Sjahrir I,
Van Mook telah menyampaikan kepada Sjahrir rencana Belanda yang berisi
pembentukan negara persemakmuran Indonesia, yang terdiri atas kesatuan kesatuan
yang mempunyai otonomi dari berbagai tingkat negara persemakmuran menjadi
bagian dari Kerajaan Belanda. Bentuk politik ini hanya berlaku untuk waktu
terbatas, setelah itu peserta dalam kerajaan dapat menentukan apakah
hubungannya akan dilanjutkan berdasarkan kerjasama yang bersifat sukarela.
Sementara itu
pemerintah Inggris mengangkat seseorang Diplomat tinggi Sir Archibald Clark
Kerr (yang kemudian diberi gelar Lord Inverchapel), untuk bertindak sebagai
ketua dalam perundingan Indonesia – Belanda.
Segera setelah
terbentuknya Kabinet Sjahrir II, Sjahrir membuat usulan-usulan tandingan. Yang
penting dalam usul itu ialah bahwa : (A) RI diakui sebagai negara berdaulat
yang meliputi daerah bekas Hindia Belanda, dan (B) antara negeri Belanda dan RI
dibentuk Federasi. Jelaslah behwa usul ini bertentangan dengan usul Van Mook.
Setelah diadakan perundingan antara Van Mook dan Sjahrir dicapai kesepakatan :
a. Rancangan
perstujuan diberikan bentuk sebagai Perjanjian Indonesia Internasional dengan
“Preambule”.
b. Pemerintah
Belanda mengakui kekuasaan de Facto Republik atas Pulau Jawa dan Sumatra.
Pada rapat Pleno
tanggal 30 Maret 1946 Van Mook menerangkan bahwa rancangannya merupakan
usahanya pribadi tanpa diberi kekuasaan oleh pemerintahnya . Maka diputuskan
bahwa Van Mook akan pergi ke Negeri Belanda, dan cabinet mengirim satu delegasi
ke Negeri Belanda yang terdiri atas Soewandi, Soedarsono dan Pringgodigdo.
Perundingan diadakan tanggal 14-25 April 1946. Pada hari pertama perundingan
sudah mencapai Deadlock, karena bentuk perjanjian Internasional (treaty) tidak
dapat diterima oleh kabinet Belanda. Perjanjian Internasional akan berarti
bahwa RI mempunyai kedudukan yang sama dengan Belanda didunia Internasional.
Padahal Belanda tetap menganggap dirinya sebagai negara pemegang kedaulatan
atas Indonesia. Perundingan di Hoge Voluwe merupakan kegagalan, akan tetapi
pengalaman yang diperoleh dari perundingan Hoge Voluwe ternyata berguna dalam
perjanjian Linggajati.
Perundingan yang
berlangsung di Hooge Voluwe ini tidak membawa hasil sebab Belanda menolak
konsep hasil pertemuan Sjahrir-Van Mook-Clark Kerr di Jakarta Pihak Belanda
tidak tersedia memberikan pengakuan de’facto kedaulatan RI atas Jawa dan
Sumatera tetapi hanya jawa dan Madura serta dikurangi daerah-daerah yang
diduduki oleh Pasukan Sekutu. Dengan demikian untuk sementara waktu hubungan
Indonesia-Belanda terputus, akan tetapi Van Mook masih berupaya mengajukan usul
bagi pemerintahannya kepada pihak RI.
2. Perundingan
Linggajati
Dalam rangka
kelanjutan dari perundingan-perundingan sebelumnya, pada tanggal 10 November
1946 diselenggarakan perundingan yang bertempat di Linggarjati (perbatasan
Cirebon-Kuningan). Delegasi Indonesia dipimpin oleh PM Sutan Syahrir, sedangkan
delegasi Belanda dipimpin oleh H.J. Van Mook. Meskipun perundingan berjalan
sangat alot, pada tanggal 15 November 1946 dicapailah suatu persetujuan yang
terdiri 17 pasal, isinya antara lain
a. Belanda
mengakui secara de facto wilayah RI yang meliputi Jawa,
Madura, dan Sumatera
b. Indonesia
dan Belanda akan membentuk Negara Indonesia Serikat (RIS) yang salah satu
negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
c. Pembentukan
Uni Indonesia – Belanda (Commonwealth)
Bila
dianalisa, hasil Persetujuan Linggarjati jelas sangat merugikan bagi bangsa
Indonesia, sebab : Poin pertama, jelas merupakan kemunduran bagi RI karena
kemerdekaan yang telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 adalah untuk
seluruh wilayah dan rakyat Indonesia, akhirnya hanya meliputi sebagian saja
(Jawa, Madura, dan Sumatera). Poin kedua : apa yang dulu diidam-idamkan sebagai
negara kesatuan, ternyata hanya merupakan negara federasi. Poin ketiga : status
Indonesia tidak merdeka penuh sebab masih terikat dari Kerajaan Belanda
Hasil
perundingan tersebut akhirnya mempunyai dampak yang sangat kuat dengan
munculnya pro dan kontra. Meskipun pemerintah menganggap bahwa perundingan itu
merupakan alat diplomasi untuk melepaskan diri secara berangsur-angsur dari
kekuasaan Belanda. Mereka yang pro kemudian tergabung dalam golongan Sayap
Kiri, sedangkan yang kontra tergabung dalam golongan Banteng Republik. Golongan
Banteng Republik tidak percaya lagi terhadap kepemimpinan Kabinet Syahrir dan
menganggap bertanggung jawab terhadap hasil perundingan Linggarjati. Akhirnya
Kabinet Syahrir jatuh dan menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno
tanggal 27 Juni 1947. Presiden Soekarno kemudian membentuk kabinet baru yang
dipimpin oleh Amir Syarifudin pada tanggal 3 Juli 1947.
Kekacauan
politik di Indonesia tersebut dimanfaatkan oleh Belanda ketika jatuhnya Kabinet
Syahrir. Belanda membentuk Negara Pasundan dengan Soerja Kartalegawa sebagai
wali negara pada tanggal 4 Mei 1947. Kemudian Negara Kalimantan Barat dengan
Kepala Negaranya Sultan Hamid II, disusul kemudian dengan negara-negara lainnya
di wilayah Indonesia. Dengan demikian, pecahlah negara kesatuan RI.
5.
PDRI dan Serangan Umum 1 Maret
1949
Sebenarnya,
sebelum para pemimpin RI ditangkap Belanda, para pemimpin TNI dan Presiden RI
sempat mengadakan sidang kilat yang menghasilkan keputusan, di antaranya yaitu
:
a.
Memberi kuasa penuh kepada Mr. Syafruddin
Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di
Sumatera;
b.
Kepada Mr. Maramis, L.N. Palar, dan Dr. Soedarsono
yang sedang berada di India diberi tugas untuk membentuk Pemerintah Pelarian RI
di India bila PDRI di Bukittinggi gagal.
Terlepas dari polemik tentang siapa sebenarnya yang
memiliki ide awal untuk melakukan serangan umum tanggal 1 Maret 1949 ke
Yogyakarta apakah Sri Sultan Hamengkubuwono IX atau Letkol Soeharto, toh dalam
kenyataannya TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam. Keberhasilan
serangan ini kemudian disiarkan melalui radio di Wonogiri ke seluruh penjuru
dunia. Serangan Umum 1 Maret 1949 mempunyai arti yang sangat penting bagi
perjuangan bangsa Indonesia dalam menghadapi Belanda, yaitu :
a.
Ke dalam; secara psikologis dapat mendorong
semangat perjuangan TNI dan rakyat Indonesia yang sedang berjuang melakukan
perang gerilya.
b. Ke luar;
secara politik untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI dan
negara RI masih ada dan sekaligus membantah kebohongan Belanda yang menyatakan
negara RI dan TNI sudah tidak ada lagi.
6. Perundingan Roem-Royen
Berbagai bangsa di Asia, Afrika, dan Australia
mengecam tindakan Belanda yang melakukan agresinya yang kedua ke Indonesia.
Atas prakarsa Birma dan India, pada tanggal 20-23 Januari 1949 diselenggarakan
Konferensi Asia di New Delhi, India. Dalam konferensi itu khusus membahas acara
tunggal, yaitu Agresi Militer Belanda II. Konferensi tersebut menghasilkan
suatu resolusi tentang masalah RI-Belanda, yaitu :
a.
Belanda harus mengembalikan Pemerintahan RI ke
Yogyakarta;
b.
Pembentukan Pemerintahan ad-interim yang
mempunyai kemerdekaan politik luar negeri, sebelum tanggal 15 Maret 1949;
c.
Tentara Belanda harus ditarik dari seluruh wilayah
RI;
d.
Penyerahan kedaulatan kepada Pemerintah Indonesia
Serikat paling lambat tanggal 1 Januari 1950.
Usaha perundingan kemudian ditempuh kembali dengan
diadakannya perundingan awal di Jakarta tanggal 14 April 1949. Delegasi
Indonesia dipimpin oleh Mr. Moh. Roem, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh
Dr. J.H. van Roijen. Perundingan tersebut di bawah pengawasan UNCI yang
dipimpin oleh Merle Cochran. Melalui perdebatan yang sengit, akhirnya dicapai
persetujuan pada tanggal 7 Mei 1949 yang dikenal dengan Persetujuan
Roem-Roijen (Roem-Roijen Statement). Persetujuan tersebut antara
lain berisi : a) Pemerintah RI bersedia
menghentikan perang gerilyanya;
a.
pemerintah RI bersedia menjalin kerjasama untuk
mengembalikan keamanan dan ketertiban;
b.
Pemerintah Belanda menyetujui kembalinya Pemerintah
RI ke Yogyakarta;
c.
Pemerintah Belanda bersedia menghentikan operasi
militernya, membebaskan semua tahanan politik serta berusaha dengan
sungguh-sungguh agar KMB segera dilaksanakan setelah pemerintah RI kembali ke
Yogyakarta
7.
Konfrensi
Inter-Indonesia
Konferensi
Inter Indonesia merupakan konferensi yang berlangsung antara negara Republik
Indonesia dengan negara-negara boneka atau negara bagian bentukkan Belanda yang
tergabung dalam BFO (Bijenkomst Voor Federal Overslag) Konferensi Inter
Indonesia berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 1949 yang dipimpin
oleh Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta. Karena simpati dari negara-negara BFO
ini maka pemimpin-pemimpin Republik Indonesia dapat dibebaskan dan BFO jugalah
yang turut berjasa dalam terselenggaranya Konferensi Inter-Indonesia. Hal
itulah yang melatarbelakangi dilaksanaklannya Konferensi Inter-Indonesia.
Soekarno menyebut konferensi ini sebagai “trace baru” bagi arah perjuangan Indonesia.
Pembentukkan
angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri. Angkatan
Perang RIS akan dibentuk oleh Pemerintah RIS dengan inti dari TNI dan KNIL
serta kesatuan-kesatuan Belanda lainnya.
Sidang kedua Konferensi Inter Indonesia di
selenggrakan di Jakarta pada tanggal 30 Juli dengan keputusan:
a.
Bendera RIS adalah Sang Merah Putih
b.
Lagu kebangsaan Indonesia Raya
c.
Bahasa resmi RIS adalah Bahsa Indonesia
d.
Presiden RIS dipilih wakil RI dan BFO. Pengisian
anggota MPRS diserahkan kepada kebijakan negara-negara bagian yang jumlahnya
enam belas negara.
Kedua delegasi juga setuju untuk membentuk panitia
persiapan nasional yang bertugas mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan
dengan pelaksanaan Konferensi Meja Bundar.
8.
Konferensi Meja Bundar (KMB)
Konferensi Meja Bundar diikuti oleh perwakilan dari
Indonesia, Belanda, danperwakilan badan yang mengurusi sengketa antara
Indonesia-Belanda. Berikut ini paradelegasi yang hadir dalam KMB:
a. Indonesia
terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr. Soepomo.
b.
BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak.
c. Belanda
diwakili Mr. van Maarseveen.
d. UNCI
diwakili oleh Chritchley.
Setelah
melakukan perundingan cukup lama, maka diperoleh hasil dari konferensi
tersebut. Berikut merupakan hasil KMB:
tersebut. Berikut merupakan hasil KMB:
a.
Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka
dan berdaulat.
b.
Pengakuan
kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
c.
Masalah
Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah
pengakuan kedaulatan RIS.
d.
Antara RIS
dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda yang
dikepalai Raja Belanda.
e.
Kapal-kapal
perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa korvet akan
diserahkan kepada RIS.
f.
Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik
mundur, sedang TentaraKerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan
catatan bahwa paraanggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan
TNI.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Kedatangan
pasukan Sekutu ke Indonesia yang diboncengi oleh NICA membawa ancaman bagi
keberlangsungan kemerdekaan bangsa Indonesia. Belanda ternyata ingin menjajah
kembali negara kita yang telah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Bukti nyata
keinginan Belanda untuk menguasai Indonesia kembali adalah dilancarkannya
Agresi Militer Belanda I tanggal 21 Juli 1947 dan Agresi Militer Belanda II
tanggal 19 Desember 1948.
Untuk
mempertahankan kemerdekaan, para pemimpin nasional menggunakan cara diplomasi
dan perjuangan fisik. Langkah diplomasi dilakukan baik melalui forum
internasional, seperti Kegiatan diplomasi (perundingan) dengan Belanda,
misalnya Perundingan Linggarjati, Perundingan Renville, Perundingan Roem-Royen,
hingga KMB
B.
SARAN-SARAN
Adapun dari
penulisan makalah ini saya selaku
penulis menyarankan kepada generasi muda agar tetap mempertahankan kemerdekaan
Indonesia dengan cara ikut berpartisipasi dalam mengisi kemerdekaan Indonesia, dan mencontoh
semangat para pahlawan terdahulu, betapa sulitnya mereka
meraih kemerdekaan dan mempertahankannya hingga sekarang.