Makalah Pemeriksaan sidang acara cepat dan acara singkat
MAKALAH
PEMERIKSAAN SIDANG ACARA CEPAT DAN ACARA SINGKAT
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur mata kuliah Hukum Acara Pidana
Dosen Pengampu : Muh. muhsin S.HI M.HI
Disusun oleh :
Kelompok 10
1. Muammar Kadafil
2. Arifial
SEMESTER VI
PEROGRAM STUDI AKHWALUL SYAKHSIYA
JURUSAN SYARI'AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUD DA'WAH WAL IRSYAD MANGKOSO KABUPATEN BARRU
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul “Pemeriksaan sidang acara cepat dan acara singkat” dengan tepat waktu. Tugas makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstrusktur mata kuliah Hukum Acara Pidana.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan, baik dalam hal sistematika maupun teknik penulisan makalah, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami dan bagi pembaca, Aamiin.
Mangkoso,23 Juli 2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTARi
DAFTAR ISI
BAB IPENDAHULUAN
A.Latar Belakang
B.Rumusan Masalah
C.Tujuan
BAB IIPEMBAHASAN
A.Pemeriksaan sidang acara cepat 3
B.Pemeriksaan sidang acara singkat8
BAB III PENUTUP13
A. Kesimpulan13
B. Kritik dan Saran13
DAFTAR PUSTAKA14
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun merupakan pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum, dengan kata lain baik secara preventif maupun represif. Apabila undang undang yang menjadi dasar hukum bagi gerak langkah serta tindakan dari para penegak hukum kurang sesuai dengan dasar falsafah negara dan pandangan hidup bangsa, maka sudah barang tentu penegak hukum tidak akan mencapai sasarannya.
Hukum mengatur masyarakat secara patut dan bermanfaat dengan menetapkan apa yang diharuskan ataupun yang dibolehkan dan sebaliknya. Perbuatan yang sesuai dengan hukum tidak merupakan masalah dan tidak perlu dipersoalkan; yang menjadi masalah ialah perbuatan yang melawan hukum, sehingga segala bentuk kejahatan dapat diselesaikan dengan seadiladilnya, dan dengan adanya hukum pula diharapkan dapat dihindari terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang dapat dilakukan oleh masyarakat maupun para penegak hukum itu sendiri. Hukum tidak selalu bisa memberikan keputusannya dengan segera dan cepat, karena hukum membutuhkan adanya pembuktian untuk membuktikan benar atau tidak suatu tindak pidana telah terjadi, yang bisa jadi memakan waktu lama, guna mencapai keputusan yang seadil adilnya dan tidak merugikan kepentingan umum.[1]
Proses pembuktian tindak pidana diatur dalam hukum acara pidana,
sehingga melalui hukum acara ini, kepolisian, kejaksaan dan pengadilan dapat
guna mencapai tujuan negara menegakan hukum pidana.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diuraikan diatas, maka dirumuskan beberapa pokok permasalahan yang akan diuraikan dalam bab pembahasan,diantaranya:
1. spesifikasi sidang cepat
2. spesifikasi sidang singkat
A. Tujuan Masalah
Adapun yang menjadi tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui proses sidang cepat, dan
2. Untuk mengetahui proses sidang singkat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sepesifikasi sidang cepat
Acara Pidana Cepat Yang diartikan dan termasuk perkara-perkara dengan acara cepat adalah perkara-perkara pidana yang diancam dengan hukuman tidak lebih dari 3 (tiga) bulan penjara atau denda Rp. 7.500,- (pasal 205 ayat (1) KUHAP), yang mencakup tindak pidana ringan, pelanggaran lalu lintas (pasal 211 KUHAP beserta penjelasannya) juga kejahatan "penghinaan ringan" yang dimaksudkan dalam pasal 315 KUHP dan diadili oleh Hakim Pengadilan Negeri dengan tanpa ada kewajiban dari Penuntut Umum untuk menghadirinya kecuali bilamana sebelumnya Penuntut Umum menyatakan keinginannya untuk hadir pada sidang itu. Jadi pada pokoknya yang dimaksud perkara-perkara semacam tersebut diatas ialah antara lain perkara-perkara pelanggaran Lalu Lintas, Pencurian Ringan (pasal 364 KUHP), Penggelapan Ringan (pasal 373 KUHP), Penadahan Ringan (pasal 482 KUHP), dan sebagainya.
Semasa Pemerintah Hindia Belanda perkaraperkara dengan acara cepat ini diperiksa dan diadili oleh "Landgerecht" yang acara pemeriksaannya diatur oleh "Reglement untuk Landgerecht" (Stbl. 1914-317)
Dalam suatu pengadilan terdapat pula putusan verstek yakni putusan yang dijatuhkan tanpa hadirnya Terdakwa (pasal 214 ayat (2) KUHAP), apabila putusan berupa pidana perampasan kemerdekaan, Terpidana dapat mengajukan perlawanan yang diajukan kepada pengadilan yang memutuskan, dan Panitera memberitahukan Penyidik tentang adanya perlawanan dan Hakim menetapkan hari persidangan untuk memutus perkara perlawanan tersebut. Perlawanan diajukan dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah putusan diberitahukan secara sah kepada Terdakwa.
Terhadap putusan yang berupa pidana perampasan kemerdekaan, dapat diajukan banding.
Dalam hubungan perkara-perkara pidana dengan acara cepat, Panitera memelihara 2 (dua) register (pasal 61 Undang-undang No.2 Tahun 1986, tentang Peradilan Umum), yakni:
1) Register tindak pidana ringan.
2) Register pelanggaran lalu lintas.[2]
1. TINDAK PIDANA RINGAN:
Pengadilan menentukan hari tertentu dalam 7 (tujuh) hari untuk mengadili perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan. Seperti halnya yang disebut pada poin-poin tersebut:
1. Hari tersebut diberitahukan Pengadilan kepada Penyidik supaya dapat mengetahui dan mempersiapkan pelimpahan berkas perkara tindak pidana ringan.
2. Pelimpahan perkara tindak pidana ringan, dilakukan Penyidik tanpa melalui aparat Penuntut Umum.
3. Penyidik mengambil alih wewenang aparat Penuntut Umum.
4. Dalam tempo 3 (tiga) hari Penyidik menghadapkan segala sesuatu yang diperlukan ke sidang, terhitung sejak Berita Acara Pemeriksaan selesai dibuat Penyidik.
5. Jika terdakwa tidak hadir, Hakim dapat menyerahkan putusan tanpa hadirnya terdakwa;
6. Setelah Pengadilan menerima perkara dengan Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan, Hakim yang bertugas memerintahkan Panitera untuk mencatat dalam buku register.
7. Pemeriksaan perkara dengan Hakim tunggal.
8. Pemeriksaan perkara tidak dibuat BAP, karena Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik sekaligus dianggap dan dijadikan BAP Pengadilan.
9. BAP Pengadilan dibuat, jika ternyata hasil pemeriksaan sidang Pengadilan terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat Penyidik.
10. Putusan dalam pemeriksaan perkara tindak pidana ringan tidak dibuat secara khusus dan tidak dicatat/ disatukan dalam BAP. Putusannya cutup berupa bentuk catatan yang berisi amar-putusan yang disiapkan/dikirim oleh Penyidik.
11. jCatatan tersebut ditanda tangani oleh Hakim.
12. Catatan tersebut juga dicatat dalam buku register.
13. Pencatatan dalam buku register ditandatangani oleh Hakim dan Panitera sidang.
2. PERKARA PELANGGARAN LALULINTAS JALAN
Merujuk laporan pusat studi hukum dan kebijakan (PSHK),tata cara penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas diatur melalui surat kesepakatan bersama antara ketua MA, menteri kehakiman, jaksa agung, dan kepala polri, tertanggal 19 Juni 1993. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut;
1. Catatan pemeriksaan yang dibuat Penyidik, memuat dakwaan dan pemberitahuan diserahkan kepada Pengadilan selambat-lambatnya pada kesempatan hari sidang pertama.
2. Panitera dalam pemeriksaan sidang tidak perlu membuat berita acara. Putusan adalah berupa catatan Hakim dalam formulir tilang dan Panitera Pengganti melapor pada petugas register untuk mencatat dalam buku register.
3. Pada hari dan tanggal yang ditentukan dalam pembe¬ritahuan pemeriksaan terdakwa atau wakilnya tidak datang di sidang Pengadilan pemeriksaan perkara tidak ditunda tetapi dilanjutkan.
4. Dalam hal putusan diucapkan diluar hadirnya terdakwa, Panitera segera menyampaikan surat amar putusan kepada terdakwa melalui Penyidik.
5. Penyidik mengembalikan surat amar putusan yang telah diberitahukan itu kepada Panitera.
6. Panitera meneliti apakah dalam surat amar putusan terdapat tanggal serta tanda tangan terpidana.
7. Tenggang waktu mengajukan perlawanan 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pemberitahuan putusan kepada terpidana.
8. Panitera memberitahukan kepada Penyidik tentang adanya pengajuan perlawanan dari terpidana.
9. Pemberitahuan disusul dengan Penetapan Hakim tentang hari sidang untuk memeriksa kembali perkaa yang bersangkutan.
10. Pengembalian barang sitaan/ bukti segera setelah putusan dijatuhkan dan setelah yang bersangkutan memenuhi amar putusan.[3]
B. Spesifikasi sidang singkat
Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan acara pemeriksaan tindak pidana ringan dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.
Patokan yang harus diambil oleh penuntut umum dalam menentukan perkara dengan acara pemeriksaan singkat adalah dari segi ancaman hukuman, yakni perkara yang ancaman hukumannya di atas 3 (tiga) bulan penjara atau kurungan serta dendanya lebih dari Rp7.500,-, namun menurut praktik dan kebiasaan, ancaman hukumannya itu tidak melampaui 3 (tiga) tahun penjara (paling tinggi 3 tahun penjara).
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Untuk menyederhanakan kami berasumsi bahwa pemeriksaan acara singkat yang dimaksud adalah pemeriksaan dalam hukum acara pidana.
Dasar Hukum Acara Pemeriksaan Singkat
Acara pemeriksaan singkat diatur dalam Pasal 203 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yang berbunyi:
(1) Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal
205 dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana;
(2) Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penuntut umum menghadapkan terdakwa beserta saksi, ahli, juru bahasa dan barang bukti yang diperlukan;
(3) Dalam acara ini berlaku ketentuan dalam Bagian Kesatu, Bagian Kedua dan Bagian Ketiga Bab ini sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan ketentuan di bawah ini:
a) penuntut umum dengan segera setelah terdakwa di sidang menjawab segala pertanyaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (1) memberitahukan dengan lisan dari catatannya kepada terdakwa tentang tindak pidana yang didakwakan kepadanya dengan menerangkan waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana itu dilakukan;
b) pemberitahuan ini dicatat dalam berita acara sidang dan merupakan pengganti surat dakwaan;
c) dalam hal hakim memandang perlu pemeriksaan tambahan, supaya diadakan pemeriksaan tambahan dalam waktu paling lama empat belas hari dan bilamana dalam waktu tersebut penuntut umum belum juga dapat menyelesaikan pemeriksaan tambahan, maka hakim memerintahkan perkara itu diajukan ke sidang pengadilan dengan cara biasa;
d) guna kepentingan pembelaan, maka atas permintaan terdakwa dan atau penasihat hukum, hakim dapat menunda pemeriksaan paling lama tujuh hari;
e) putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam berita acara sidang;
f) hakim memberikan surat yang memuat amar putusan tersebut;
g) isi surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti putusan pengadilan dalam acara biasa
Pasal 205 ayat (1) KUHAP:
Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam Paragraf 2 Bagian ini;
Sifat Acara Pemeriksaan Singkat
Menurut Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (hal. 395), pelimpahan perkara singkat dilakukan tanpa surat dakwaan. Inilah yang membedakannya dengan perkara biasa yang diperiksa di sidang pengadilan dengan prosedur acara biasa.
Lebih lanjut Yahya menjelaskan bahwa ciri dari acara pemeriksaan singkat adalah:
1. Pembuktian dan Penerapan Hukumnya Mudah dan Sifatnya Sederhana[1]
Jika penuntut umum menilai dan berpendapat suatu perkara sifatnya:
a. Sederhana
Pemeriksaan perkara tidak memerlukan persidangan yang memakan waktu lama dan kemungkinan besar dapat diputus pada hari itu juga atau mungkin dapat diputus dengan satu atau dua kali persidangan saja, hal yang seperti inilah yang diartikan dengan “sifat perkara sederhana”.
b. Pembuktian serta Penerapan Hukumnya Mudah
Yang dimaksud dengan sifat pembuktian dan penerapan hukumnya mudah, terdakwa sendiri pada waktu pemeriksaan penyidikan telah “mengakui” sepenuhnya perbuatan tindak pidana yang dilakukan. Di samping pengakuan itu, didukung dengan alat bukti lain yang cukup membuktikan kesalahan terdakwa secara sah menurut undang-undang. Demikian juga sifat tindak pidana yang didakwakan sederhana dan mudah untuk diperiksa.
2. Ancaman Maupun Hukuman yang Akan Dijatuhkan Tidak Berat
Menjawab pertanyaan Anda soal jenis perkara yang termasuk acara pemeriksaan singkat, Yahya menjelaskan bahwa biasanya dalam praktek peradilan, hukuman pidana yang dijatuhkan pada terdakwa dalam pemeriksaan singkat tidak melampaui 3 tahun penjara. Kalau penuntut umum menilai dan berpendapat, pidana yang akan dijatuhkan pengadilan tidak melampaui penjara, dapat menggolongkan perkara itu pada jenis perkara singkat.
Cuma dalam hal ini penuntut umum jangan sampai menggolongkan suatu perkara ke kelompok perkara singkat yang nyatanya termasuk jenis perkara ringan yang diatur pada Pasal 205. Oleh karena itu, penuntut umum harus meneliti dengan seksama tentang ancaman hukuman yang ditentukan dalam tindak pidana yang bersangkutan.
Kalau ancaman hukumannya maksimum 3 bulan penjara atau kurungan, perkara yang seperti itu tidak dapat dikelompokkan pada jenis perkara singkat. Perkara yang ancaman hukumannya tidak lebih dari 3 bulan penjara atau kurungan atau denda maksimum Rp7.500,-[2] termasuk jenis perkara ringan, tidak boleh dikelompokkan pada jenis perkara dengan acara pemeriksaan singkat.
Patokan yang harus diambil penuntut umum dalam menentukan perkara singkat dari segi ancaman hukuman, bukan jenis tindak pidana yang ancaman hukumannya 3 bulan penjara atau kurungan atau denda paling tinggi Rp7.500,-, tetapi perkara yang ancaman hukumannya di atas 3 bulan penjara atau kurungan serta dendanya lebih dari Rp7.500,-. Inilah patokan minimum, sedangkan patokan ancaman hukuman maksimum tidak ditentukan undang-undang. Namun dari pengalaman dan kebiasaan, patokan yang selalu dipakai, pidana yang akan dijatuhkan berkisar paling tinggi 3 tahun.
Jadi, untuk menentukan perkara seperti apa yang diperiksa dengan acara pemeriksaan singkat, maka hal tersebut penuntut umumlah yang menilainya. Namun, penuntut umum harus memperhatikan ancaman hukuman tindak pidananya yaitu: perkara yang ancaman hukumannya di atas 3 bulan penjara atau kurungan serta dendanya lebih dari Rp7.500,-, namun menurut praktik dan kebiasaan, ancaman hukumannya itu tidak melampaui 3 tahun penjara.
Contoh Kasus yang Diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Singkat
Sebagai contoh kasus yang diperiksa dengan acara pemeriksaan singkat dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 17/Pid.S/2009/PN.Sby dimana terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan perbuatan pidana penadahan. Kasus tersebut diperiksa dengan acara pemeriksaan singkat dan majelis hakim telah menjatuhkan putusan yaitu menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
2. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Yang diartikan dan termasuk perkara-perkara dengan acara cepat adalah perkara-perkara pidana yang diancam dengan hukuman tidak lebih dari 3 (tiga) bulan penjara atau denda Rp. 7.500,- (pasal 205 ayat (1) KUHAP), yang mencakup tindak pidana ringan, pelanggaran lalu lintas (pasal 211 KUHAP beserta penjelasannya) juga kejahatan "penghinaan ringan" yang dimaksudkan dalam pasal 315 KUHP dan diadili oleh Hakim Pengadilan Negeri dengan tanpa ada kewajiban dari Penuntut Umum untuk menghadirinya kecuali bilamana sebelumnya Penuntut Umum menyatakan keinginannya untuk hadir pada sidang itu. Jadi pada pokoknya yang dimaksud perkaraperkara semacam tersebut diatas ialah antara lain perkara-perkara pelanggara.
2. Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan acara pemeriksaan tindak pidana ringan dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.
3. Patokan yang harus diambil oleh penuntut umum dalam menentukan perkara dengan acara pemeriksaan singkat adalah dari segi ancaman hukuman, yakni perkara yang ancaman hukumannya di atas 3 (tiga) bulan penjara atau kurungan serta dendanya lebih dari Rp7.500,-, namun menurut praktik dan kebiasaan, ancaman hukumannya itu tidak melampaui 3 (tiga) tahun penjara (paling tinggi 3 tahun penjara).
DAFTAR PUSTAKA
Yahya Harahap. 2010. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika.
[2] Dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kali menjadi Rp. 7.500.000 (sesuai Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP).
[2] Sumber: Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan (Buku II), Cet. II, 1997.[2]
[3] Sumber: “Tata Cara Pemeriksaan Administrasi Persidangan” dalam buku Tata Laksana Pengawasan Peradilan, Buku IV, Edisi 2007, Badan Litbang Diklat Kumdil MA RI, 2007, hlm. 140-142. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 145/KMA/SK/VIII/2007 tentang Memberlakukan Buku IV Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Badan-Badan Peradilan