Makalah Pemikiran Tokoh-Tokoh Sosiologi Hukum Dan Teori

PEMIKIRAN TOKOH-TOKOH SOSIOLOGI HUKUM
DAN TEORI SOSIOLOGI HUKUM

DI SUSUN OLEH:
JURUSAN SYARIAH


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang...................................1
B.   Rumusan Masalah................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
A.  Pemikiran Tokoh-tokoh Sosiologi Hukum........ 4
B.   Teori-teori Sosiologi Hukum9

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam yang menciptakan dunia ini dengan segala isinya dan menjadikan manusia mempunyai akal untuk dapat berfikir melebihi makhluk-makhluk lain ciptaannya.Rasa syukur kami haturkan karena dengan rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan dan kekasih kita Nabi Muhammad Saw. Yang telah membimbing kita dari zaman jahiliyah menuju zaman Islam yang terang benderang seperti sekarang ini.
Dan ucapan terimah kasih yang sebesar-besarnya kepada rekan-rekan yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah “Soiologi Hukum” yang berjudul “Pemikiran tokoh-Tokoh sosiologi Hukum dan Teori sosiologi Hukum.Namun kami sangat sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kesalahan baik yang kami sengaja maupun tidak. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Mangkoso, 19 oktober 2019
Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang 
       Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analisis dan empiris mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan gejala sosial lainnya atau mempelajari masyarakat khususnya gejala dalam masyarakat tersebut.
Sudjono Dirdjosiswono mengemukakan bahwa sosiologi hukum yaitu:
“Ilmu pengetahuan hukum yang memerlukan studi dan analisis empiris tentang hubungan timbal balik antara hukum dan gejala-gejala sosial lain”
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sosiologi hukum merupakan bagian dari ilmu hukum yang mengkaji hubungan timbal balik atau pengaruh timbal balik antara hukum dan gejala sosial yang dilakukan secara analistis dan empiris. Jadi dalam konteks ini yang diartikan hukum adalah suatu kompleksitas dari pada sikap tindak manusia yang bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam pergaulan hidup.
B.Rumusan Masalah
1.Bagaimana Pemikiran Tokoh-Tokoh sosiologi Hukum?
2.Apa saja Teori-Teori Sosiologi Hukum?

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pemikiran Tokoh-tokoh Sosiologi Hukum
1.  Pemikiran Tokoh Eropa barat
A.  Karl Marx (1818-1883)
Menurut Mark, hukum dan kekuasaan politik itu merupakan sarana kapitalis yang berkuasa di bidang ekonomi, untuk melanggengkan kegunaan harta kekayaan sebagai sarana produksi dan sarana ekploitasi. Menurut Marx hukum bukan saja berlaku sebagai fungsi politik saja, melainkan sebagai fungsi ekonomi. Pokok pemikiran Marx dalam sosiologi hukum dalah sebagai berikut:
1).Hukum adalah alat yang menyebabkan timbulnya konflik dan perpecahan. Hukum tidak berfungsi untuk melindungi. Hukum hanya melindungi kelompok-kelompok yang dominan.
2).Hukum bukan merupakan alat integrasi tetapi merupakan pendukung ketidaksamaan dan ketidakseimbangan yang dapat membentuk perpecahan kelas.
3).Hukum dan kekuasaan merupakan sarana dari kaum kapitalis yang berkuasa di bidang ekonomi, untuk melanggengkan kekuasaan
4). Hukum bukanlah model idealis dari moral masyarakat atau setidak-tidaknya masyarakat bukanlah manisfestasi normatif dari apa yang telah dihukumkan.
Marx, dapat kita sebut sebagai seorang sosiologi hukum. Pada saat mengemukakan pendapatnya tentang pencurian kayu pada tahun 184201843, marx mengatakan bahwa hukum adalah tatanan peraturan yang memenuhi kepentingan kelas orang yang punya dalam masyarakat. Marx memandang masyarakat sebagai suatu keseluruhan yang antagonis. Dalam pandangannya watak dasar seperti ini ditentukan oleh hubungan konflik antar kelas-kelas sosial yang kepentingan-kepentingannya saling bertentangan dan tak dapat didamaikan karena perbedaan kedudukan mereka dalam tatanan ekonomi.
B.     Henri S Maine (1882-1888)
Pemikiran Maine dalam bidang sosiologi hukum adalah sebagai berikut :
1). Masyarakat bukanlah masyarakat yang serba laten melainkan yang bersifat Contigent. Dari sinilah ia dicetuskan sebagai bapak teori Evolusi klasik. Teori ini mengatakan bahwa masyarakat yang progresif adalah masyarakat yang bergerak dari status ke kontrak.
2). Dalam mayarakat terdapat askripsi-askripsi tertentu, yang sesungguhnya merupakan penganugerahan atribut dan kapasitas kepada warga masyarakat yang bersangkutan, dengan posisi masing-masing didalam tatanan status yang telah diradisikan dalam masyarakat.
3). Kenyataan dalam masyarakat akan berubah tatkala msayarakat melakukan transisi ke situasi-situasi baru, yang berhubungan dengan membeasrnya agregasi dalam kehiduan. Juga kian meningkatnya interdepedensi antara segmen-segmen sosial dalam kehidupan ekonomi.
Pemikiran maine tersebut didasarkan pada asumsi bahwa masyarakat bukan sebagai suatu tipe ideal yang permanen, melainkan sebagai suatu sistem variabel yang tak pernah bias terbebas dari berlakunya dinamika proses. Oleh karena itu, ia megatakan bahwa masyarakat bukanlah yang serba laten.
C.    Emile Durkheim (1858-1917)
Ia adalah seorang ahli sosiologi yang sejak semula mempunyai perhatian yang sangat tinggi terhadap hukum. Sebagai seorang sosiolog, ia amat terikat pada penggunaan metodologi empiris. Dalam mengungkap idenya tentang hukum, Durkheim bertolak dari penemuan yang terjadi dalam masyarakat. Dengan metode empirisnya, ia melihat jenis-jenis hukum dengan tipe solidaritas dalam masyarakat. Ia membuat perbedaan antara hukum yang menindak dengan hukum yang mengganti, atau Repressive dengan Restitutive. Menurut Durkheim, hukum dirumuskan sebagai suatu kaidah yang bersanksi. Berat ringannya suatu sanksi tergantung kepada suatu pelanggaran dan anggapan masyarakat sendiri tentang sanksi tersebut.
Durkheim mengajukan tipologi yang membedakan secara dikotomis dua tipe solidaritas yaitu mekanis dan organis. Masyarakat berkembang dari tipe mekanis ke tipe organis. Adapun rinciannya sebagai berikut:
1).  Hukum dan Solidaritas Mekanis
Dikatakan oleh Dukheim, ketika masyarakat masih berada pada tahap diferensiasi  segmental, masyarakat tampak sebagai himpunan sekian banyak satuan pilihan, yang masing-masing berformat kecil dan anatara satu dengan yang lain seragam. Dalam solidaritas ini, seorang warga masyarakat secara langsung terikat kepada masyarakat. Hal ini dapat terjadi dengan indikasi cita-citabersama dari masyarakat yang bersangkutan secara kolektif lebih kuat serta lebih insentif daripada cita-cita masing-masing warga secara individual.
2). Hukum dan Solidaritas Organis
Hukum yang menidak mencerminkan masyarakat yang bersifat kolektif, sedangkan hukum yang mengganti merupakan cerminan masyarakat yang telah terdiferensiasi dan terspesialisasi ke dalam fungsi-fungsi.  Keadaan ini menciptakan perbedaan-perbedaan dalam pengalaman dan pandangan. Tipe inilah yang dinamakan oleh Durkheim dengan tipe solidaritas organis. Dalam masyarakat yang berkembang secara modern, heterogen dan penuh dengan diferensiasi, solidaritas organik dapat mengatasi solidaritas mekanis. Hukum represif tak lagi berfungsi secara dominan. Hukum represif akan digantikan oleh hukum restitutif, yang lebih menekankan arti pentingnya restitusi atau pemulihan serta kompensasi untuk menjaga kelestarian masyarakat. Hukum ini konkritnya adalah tampak dalam hukum pidana. Hukum seperti ini menurut Durkheim, berfungsi untuk menanggulangi apa yang disebut dengan nurani kolektif.
D. Max Weber (1864-1920)
Weber memandang hukum sebagai suatu kumpulan norma-norma atau aturan-aturan yang dikelompokkan dan dikombinasikan dengan  consensus, menggunakan alat kekerasan sebagai daya paksaan. Ia menganggap bahwa hukum adalah kespakatan yang valid dalam suatu kelompok tertentu. Weber disebut sebagai bapak sosilogi hukum modern, yang menggarap hukum secara komprehensif dengan metode sosiologis. Usaha Weber untuk menyingkap ciri yang menonjol dari masyarakat barat, membawanya kepada rasionalitas sebagai kuncinya.
Tipologinya yang disusun melalui sumbu formal-subtantif dan sumbu Irasional-Rasional, yaitu sebagai berikut :
1).Menyangkut perbedaan bagaimana suatu sistem hukum itu disusun, sehingga merupakan suatu sistem yang mampu menentukan sendiri peraturan dan prosedur yang dipakai untuk mengambil suatu keputusan.
2). Subtantif, bersifat eksternal dan merujuk kepada ukuran di luarnya, terutama kepada niali-nilai agama, etika serta politik.
Weber berpendapat, hukum memiliki rasionalitasnya yang subtantif ketika subtansi hukum itu memang terdiri dari aturan-aturan umum In Abstracto, yang siap didedukasikan guna menangani kasus konkrit. Ada tiga tipe dalam penyelenggaran dalam pengadilan menurut Weber yaitu :
a).Tipe perdilan kadi atau peradilan dengan fungsi perdamaian atas dasar kerifan dan kebijaksanaan sang pengadil.
b). Tipe perdailan empiris, dan
c).Tipe peradilan yang rasional
Peradilan Kadi, menurut Weber adalah perdilan yangsangat arbiter dan karenanya dinilai sebagai pengadilan yang tidak rasional. Keputusan peradilan ini dipercayakan sepenuhnya kepada sang pengadil, tanpa diperlukan adanya kontrol oleh system lainnya. Tipe empiris adalah tipe pradilan yang lebih rasional, sekalipun belum sepenuhnya. Dalam peradilan empiris ini, sang hakim memutuskan perkara-perkara sepenuhnya dengan cara beranalogi. Peradilan ini dilakukan oleh mereka yang bernaung di bawah filsafat positivisme.

2.Pemikiran  Tokoh Amerika serikat
A.    Oliver Wendell Holmes (1841-1935)
Holmes yang dikenal dengan revolusi sosiologi dalam ilmu hukum di Amerika Serikat. Holmes menolak dengan tegas mazhab analitis maupun mazhab historis. Pikiran utama Holmes dalam sosiologi hukum ini adalah bahwa setiap hakim bertanggungjawab memformulasi hukum lewat keputusan-keputusannya. Hakim harus selalu sadar dan yakin bahwa hukum itu adalah bukan suatu hal yang Omnipressnt in the sky, melainkan sesuatu yang senantiasa hadir dalam situasi-situasi konkrit To meet the social need. Ia menuliskan the life of law is not logic : it has been experience, bahwa kehidupan hukum tidak pernah berdasarkan logika, melainkan merupakan pengalaman yang isinya harus dilukiskan oleh sosiologi hukum[1]
Menurut Holmes, hukum bukan saja dilihat dari definisi yurisprudensi tetapi ramalan-ramalan yang akan diputuskan oleh pegadilan. Pendekatan yang digunakan oleh Holmes adalah pragmatis. Hakim harus benar-benar memperhatikan pembuatan keputusan hukum dan bagi Holmes hukum merupakan hal yang aktual bagi hukum.
B.      Benjamin Nathan Cardozo (1870-1938)
Ia adalah seorang hakim yang bertolak dari perenungan tentang perlunya memperbaharuai teknik hkum yang aktual. Menurutnya, dalam setiap praktik peradilan terdapat suatu ketidakpastian yang semakin besar yang diakibatkan oleh keputusan pengadilan. Adalah suatu manifestasi yang tidak dapat dicegah dari kenyataan bahwa proses peradilan bukanlah penemuan hukum, melainkan penciptaan hukum. Ide pemikiran hukum Cardozo ini dapat ditemukan dalam bukunya, The nature of judicial Process.
Pemikiran Cardozo adalah sebagai berikut :
·         Hakim memiliki kebebasan untuk memutuskan suatu perkara tetapi batasannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan hukum.
·         Berbagai kehiduipan sosial seperti logika, rakyat, sejarah dan standar moralitas yang disepakati bersama-sama dalam kehidupan, merupakan instrument kea rah terciptanya hukum.
·         Hukum harus tetap sejalan dengan kebutuhan-kebutuhan sosial[2]
       C.     Roscoe Pound (1870-1964)
Pandangan Roscoe Pound adalah hukum diselenggarakan untuk memaksimalkan pemuasan kebutuhan dan kepentingan interest.Ia lebih cenderung melihat kepentingan (bukan etika dan moral) dalam kehidupan hukum. Ia mengatakan bahwa hukum ini diperlukan karena adanya berbagai kepentingan dalam setiap bidang kehidupan. Adapun pokok pikiran Pound adalah sebagai berikut:
·         Ia lebih menelaah akibat-akibat sosial yang actual dari adanya lembaga-lembaga hukum dan doktrin-doktrin hukum (lebih pada fungsi hukum daripada isi abstraknya).
·         Mengajukan studi sosiologis untuk mempersiapkan perundang-undangan dan menganggap hukum sebagai suatu lembaga sosial yang dapat diperbaiki oleh usaha-usaha yang bijaksana dalam menemukan cara-cara terbaik untuk melanjutka dan membimbing usaha-usaha yang seperti itu.
·         Untuk menciptakan efektivitas cara dalam membuat peraturan perundang-undangan dan member tekanan kepada hukum untuk mencapai tujuan-tujuan sosial (tidak ditekankan kepada sanksi).
Pound lebih memandang hukum sebagai proses rekayasa sosial. Hukum adalah sarana untuk dapat mengontrol masyarakat.[3]


B. Teori-teori Sosiologi Hukum
            Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat. Fenomena sosial dalam masyarakat banyak ragamnya kadang kala fenomena sosial berkembang menjadi suatu masalah sosial akibat perbedaan cara pandang mengenai Fenomena tersebut. Dalam menyelesaikan masalah sosial dibutuhkan suatu teori untuk menyelesaikannya. Teori- teori tersebut lahir dari pengalaman- pengalaman yang terjadi dalam kehidupan sehari- hari. Karena setiap individu mengalami pengalaman yang berbeda maka teori yang muncul juga akan berbeda pula antara satu individu dengan individu lainnya. Disimpulkan bahwa tidak ada teori yang dapat menyeluruh membahas mengenai masalah sosial di masyarakat.
1.      Teori Fungsional Struktural / Structural Function Theory
            Secara garis besar fakta sosial yang menjadi pusat perhatian sosiologi terdiri atas dua tipe yaitu struktur social dan pranata sosial. Menurut teori fungsional structural, struktur sosial dan pranata sosial tersebut berada dalam suatu sistem sosial yang berdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan.
            Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teori ini ( fungsional – structural ) menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam system sosial, fungsional terhadap yang lain, sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya. Dalam proses lebih lanjut, teori inipun kemudian berkembang sesuai perkembangan pemikiran dari para penganutnya.
            Emile Durkheim, seorang sosiolog Perancis menganggap bahwa adanya teori fungsionalisme-struktural merupakan suatu yang ‘berbeda’, hal ini disebabkan Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal sebagai ekuilibrium, atau sebagai suatu system yang seimbang, sedang keadaan patologis menunjuk pada ketidakseimabangan atau perubahan social.
2.      Teori Konflik / Conflict Theory
            Teori Konflik yang digagas oleh Marx didasarkan pada kekecewaannya pada sistem ekonomi kapitalis yang dianggapnya mengeksploitasi buruh. Bagi Marx, dalam masyarakat terdapat dua kekuatan yang saling berhadapan, yakni kaum borjuis yang menguasai sarana produksi ekonomi dan kaum proletar atau buruh yang dikendalikan oleh kaum borjuis. Antara kedua kelompok ini selalu terjadi konflik. Karl Marx melihat masyarakat manusia sebagai sebuah proses perkembangan yang akan menyudahi konflik melalui konflik.
 3.      Teori Interaksi Simbolik / Simbolic Interaction Theory
Teori teraksionisme simbolik mewarisi tradisi dan posisi intelektual yang berkembang di Eropa pada abad 19 kemudian menyeberang ke Amerika terutama di Chicago. Namun sebagian pakar berpendapat, teori interaksi simbolik khusunya George Herbert Mead (1920-1930an), terlebih dahulu dikenal dalam lingkup sosiologi interpretatif yang berada di bawah payung teori tindakan sosial (action theory), yang dikemukakan oleh filosof sekaligus sosiolog besar Max Weber (1864-1920).
Meskipun teori interaksi simbolik tidak sepenuhnya mengadopsi teori Weber namun pengaruh Weber cukup penting. Salah satu pandangan Weber yang dianggap relevan dengan pemikiran Mead, bahwa tindakan sosial bermakna jauh, berdasarkan makna subyektifnya yang diberikan individu-individu. Tindakan itu mempertimbangkan perilaku orang lain dan kerenanya diorientasikan dalam penampilan.

Di bawah ini dapat dilihat  gambar mengenai  Kontrak Sosial berdasarkan Interaksionisme Simbolik

4.      Teori Pertukaran Sosial / Social Exchange Theory
Teori pertukaran ini memusatkan perhatiannya pada tingkat analisa mikro, khususnya pada tingkat kenyataan sosial antarpribadi (interpersonal). Pada pembahasan ini akan ditekankan pada pemikiran teori pertukaran oleh Homans dan Blau. Homans dalam analisanya berpegang pada keharusan menggunakan prinsip-prinsip psikologi individu untuk menjelaskan perilaku sosial daripada hanya sekedar menggambarkannya. Akan tetapi beliau di lain pihak berusaha beranjak dari tingkat pertukaran antarpribadi di tingkat mikro, ke tingkat yang lebih makro yaitu struktur sosial. Ia berusaha untuk menunjukkan bagaimana struktur sosial yang lebih besar itu muncul dari proses-proses pertukaran dasar.


DAFTAR PUSTAKA
Junaidi Maulana, Tokoh-Tokoh Sosiologi Hukum. Rajawali Pers
Oliver Wendell Holmes, The Mind and Faith of Justice Holmes
Benjamin Nathan Cardozo,The Nature of Judical Process




[1] Oliver Wendell Holmess, The Mind and Faith of justice Holmes
                [2] Benjamin Nathan Cardozo,The Nature of Judical process
[3] Junaidi Maulana,Tokoh-Tokoh Sosiologi Hukum,(Rajawali Pers,2014)

Iklan Atas Artikel

Adnow April 22

Adnow April 22

Iklan Bwah Artikel (Adnow)