Makalah Sihir Dalam Presfektif Syariat Islam


MAKALAH
SIHIR DALAM PRESFEKTIF SYARIAT ISLAM

OLEH;




Dosen Pengampuh:



Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Tafsir Hukum
 Program Study SyariahJurusan Al-Akhwalus Syakhsiyah.

KAB. BARRU
2019


KATA PENGANTAR

Puji serta syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana atas limpahan rahmat, hidayah serta inayah Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tanpa suatu halangan yang berarti. Tidak lupa sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjunan Nabi besar Muhammad SAW.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah kami ini ”Tafsir Ahkam” dengan membahas mengenai Pandangan Syariat Terhadap Sihir Serta selut beluk sihir. Dengan membuat tugas ini kami harapkan mampu menerapkan serta mengembangkan perihal tersebut ditengah-tengah masyarakat.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi terciptanya makalah yang lebih baik selanjutnya. Dan semoga dengan hadirnya makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca sekalian.

Mangkoso, 10 Oktober 2019
Penulis



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang..................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Sihir Menurut Para Ulama.................................. 3
B.     Sihir Dalam Pandangan Al-Qur’an...................................... 5
C.     Hukum Sihir Dan Ancaman Bagi Pelaku Sihir.................... 6
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan........................................................................ 12
B.     Kritik Dan Saran................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Dunia sihir  telah tersebar di tengah-tengah masyarakat, mulai dari masyarakat desa hingga menjamah ke daerah kota. Mulai dari sihir pelet, santet, dan ‘aji-ajian’ lainnya. Berbagai komentar dan cara pandang pun mulai bermunculan terkait masalah tukang sihir dan ‘antek-antek’-nya. Namun yang menjadi keresahan kemudian adalah banyaknya masyarakat yang salah memahami sihir hingga bentuk kebodohan bahkan kemusyrikan terbesarpun terjadi, yaitu berbondong-bondongnya masyarakat kita mengaplikasikan sihir untuk mempermudah sesuatu, menaklukkan sesuatu, menghilangkan nyawa seseorang, merusak hubungan pernikahan, bahkan mengobati penyakit pun menggunakan sihir.
            Sebagai seorang muslim, tidaklah kita memandang sesuatu melainkan dengan kaca mata syari’at, terlebih dalam perkara-perkara ghaib, seperti sihir dan yang semisalnya. Memang bukan perkara mudah merubah pola pikir masyarakat yang tadinya klenik menjadi syar’i, walau bukan berarti itu perkara yang mustahil. Atas dasar itulah penyusun merasa perlu membahas sihir dalam perspektif Islam, bagaimana Islam mendefinisikan sihir dan bagaimana syari’at mengajarkan cara melawan sihir. Tidak lebih hanya untuk kebaikan bersama menuju ajaran Islam yang murni.


B.  Rumusan Masalah
1.    Pengertian Sihir Menurut Para Ulama
2.    Sihir Dalam Pandangan Al-Qur’an
3.    Hukum Sihir Dan Ancaman Bagi Pelaku Sihir

C.     Tujuan
Untuk memberikan gambaran terkait dengan sihir, pengertian, hukum, cara pengobatan dan pencegahan dalam pandanagan islam. Dengan harapan dapat menambah sedikit banyaknya pengetahuan bagi pembaca terlebih lagi penulis Dan umumnya masyarakat islam.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Sihir Menurut Para Ulama
Sihir merupakan perantaraan di antara tukang sihir dan syaitan yang mensyaratkan si tukang sihir tersebut agar melakukan perbuatan haram dan syirik di samping menyerahkan segala ketaatan kepadanya demi memperolehi bantuan dan pertolongan yang dihajatkan.[1]
Sihir dalam bahasa Arab tersusun dari huruf ر, ح, س (siin, kha, dan ra), yang secara bahasa bermakna segala sesuatu yang sebabnya nampak samar. Oleh karenanya kita mengenal istilah ‘waktu sahur’ yang memiliki akar kata yang sama, yaitu siin, kha dan ra, yang artinya waktu ketika segala sesuatu nampak samar dan “remang-remang”.[2]
Seorang pakar bahasa, Al Azhari mengatakan, “Akar kata sihir maknanya adalah memalingkan sesuatu dari hakikatnya. Maka ketika ada seorang menampakkan keburukan dengan tampilan kebaikan dan menampilkan sesuatu dalam tampilan yang tidak senyatanya maka dikatakan dia telah menyihir sesuatu”.[3]
Adapun secara istilah, para ulama berbeda-beda dalam mendefinisikan istilah sihir.
a)      Al-Azhari : Mendefinisikan sihir sebagai “ perbuatan yang dilakukan dengan mendekatkan diri kepada setan dan meminta bantuan dengannya ”.
b)      Al-Baidhawi : Mendefinisikan sihir sebagai “ hal-hal yang untuk mendapatkannya dibutuhkan penyembahan kepada setan, dimana manusia tidak sanggup melakukannya ”.
c)      Imam Al-Qurtubi : Asal makan sihir ialah mengelabui pandangan dengan cara menipu, seperti seseorang yang melihat fatamorgana dari kejauhan dan ia mengiranya seolah-olah itu adalah air.
d)     Imam Al-Kurmani : Menyebutkan bahwa sihir ialah perkara atau hal yang menyalahi adat kebiasaan dan bersumber dari jiwa yang jahat tetapi tidak mustahil untuk dikalahkan.
e)      Abu Bakar Ibnu Al Arabi : Seorang pakar tafsir dan hukum islam bermazhab Maliki ( w. 1148 M ) berpendapat bahwa sihir adalah ucapan-ucapan yang mengandung pengagungan kepada selain Allah yang dipercaya oleh pengamalnya dapat menghasilkan sesuatu dengan kadar-kadarnya.
f)       Imam Al-Alusy : Berpendapat bahwa sihir adalah perkara-perkara ganjil yang seakan-akan ia adalah perkara yang luar biasa tetapi bukanlah luar biasa, karena sihir dapat dipelajari dan diperoleh melalui taqarrub ( mendekati diri ) kepada setan dengan melakukan kejahatan berupa ucapan seperti jampi-jampi yang mengandung makna kemusyrikan serta pujian kepada setan, dan berupa perbuatan seperti beribadah kepada bintang-bintang dan melakukan jinayah serta kefasikan dan berupa keyakinan seperti menganggap baik perkara yang membawa kepada taqarrub serta cinta kepada setan.
 Ibnul Qudamah rahimahullah mengatakan, “Sihir adalah jampi atau mantra yang memberikan pengaruh baik secara zhohir maupun batin, semisal membuat orang lain menjadi sakit, atau bahkan membunuhnya, memisahkan pasangan suami istri, atau membuat istri orang lain mencintai dirinya (pelet-pent)”.[4]
Namun ada ulama lain yang menjelaskan bahwa sihir hanyalah pengelabuan dan tipuan mata semata, tanpa ada hakikatnya. Sebagaimana dikatakan oleh Abu Bakr Ar Rozi, “(Sihir) adalah segala sesuatu yang sebabnya samar dan bersifat mengalabui, tanpa adanya hakikat, dan terjadi sebagaimana muslihat dan tipu daya semata.

B.     Sihir Dalam Pandangan Al-Qur’an
Sihir dalam pandangan al-Qur’an terbagi menjadi dua bagian, Yang terkait dengan intrik, sulap, kecekatan, ketangkasan dan sama sekali tidak ril dan mengandung hakikat sebagaimana yang kita baca pada ayat, “Maka tiba-tiba tali dan tongkat-tongkat mereka terbayang kepada Musa seakan-akan merayap cepat lantaran sihir mereka.” atau pada ayat lainnya seperti, “Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan).”
Dari ayat ini menjadi jelas bahwa sihir tidak mengadung hakikat sehingga mampu menguasai dan mengatur atas segala sesuatu dan memberikan pengaruh melainkan semata-mata permainan ketangkasan dan sulap para penyihir yang menampilkan demikian.
Dari beberapa ayat al-Qur’an dapat disimpulkan bahwa sebagian jenis sihir dapat memberikan pengaruh seperti ayat di bawah ini yang menyatakan bahwa mereka belajar sihir untuk memisahkan suami dari istrinya, “(Akan tetapi), mereka (menyalahgunakan hal itu dan) hanya mempelajari dari kedua malaikat itu apa dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya.” (Qs. Al-Baqarah [2]:102) Atau redaksi ayat lainnya pada ayat-ayat di atas yang menyatakan bahwa mereka belajar untuk merugikan diri mereka sendiri, “Mereka (hanya) mempelajari sesuatu yang dapat mendatangkan mudarat bagi (diri) mereka sendiri dan tidak memberi manfaat.” (Qs. Al-Baqarah [2]:102) Namun apakah sihir hanya berpengaruh pada jiwa atau juga memiliki pengaruh pada badan dan pengaruh pada jasmani? Pada ayat-ayat di atas tidak disinggung masalah ini, karena itu sebagian meyakini pengaruh sihir hanya pada jiwa.
C.    Hukum Sihir Dan Ancaman Bagi Pelaku Sihir
Sihir termasuk dosa besar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ عَنْ ثَوْرِ بْنِ زَيْدٍ الْمَدَنِيِّ عَنْ أَبِي الْغَيْثِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ[8
Artinya:
Jauhilah dari kalian tujuh perkara yang membinasakan!” Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Apakah tujuh perkara tersebut?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “[1]menyekutukan Allah, [2 ]sihir, [3]membunuh seorang yang Allah haramkan untuk dibunuh, kecuali dengan alasan yang dibenarkan syariat, [4]mengkonsumsi riba, [5]memakan harta anak yatim, [6]kabur ketika di medan perang, dan [7]menuduh perempuan baik-baik dengan tuduhan zina” (HR. Bukhari dan Muslim, dari shahabat Abu Hurairah)[5]

Dalam hadis di atas dapat diketahui bahwa sahabat bertanya kepada Rasul perihal larangannya untuk menjauhi tujuh dosa besar. Kemudian Rasul menjawab: syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan cara yang benar, riba, memakan harta kekayaan anak yatim. Lari dari medan perang dan menuduh wanita mukminah yang lalai berbuat zina.
Secara jelas sihir yang dimaksud adalah dikategorikan sebagai dosa besar. Hal itulah yang menimbulkan daya rusak dan efek negatif yang besar terhadap raga manusia, misalnya melenyapkan nyawa seseorang, bercerai berainya suami istri, tertutupnya kebenaran dengan kebathilan, dan lain-lain.[6]
Sihir adalah termasuk dosa besar yang sangat diancam oleh syariat Islam. Al-Quran telah mempertalikan orang yang mengerjakan sihir atau orang yang mengajar yang lain daripada hal pekerjaan sihir itu dengan pekerjaan syaitan yang terkutuk. Ini kerana syaitan itu membuatkan kehidupan manusia menjadi kucar-kacir dan menarik manusia untuk berpaling daripada takdir Tuhan. Orang yang berjaya mensihirkan orang lain akan merasa senang hati terhadap penderitaan orang yang disihirnya, dan akan bercita-cita supaya penderitaan itu berterusan sehingga membawa mati, padahal Allah dan Rasul-Nya melarang cita-cita yang buruk terhadap sesama manusia.
Pekerjaan sihir itu selalunya bergantung kepada syaitan dan jin, yakni makhluk-makhluk terkutuk Allah, dan orang yang membuat sihir itu meletakkan sepenuh keyakinannya kepada makhluk jahat itu sehingga sampai ke peringkat penyembahan. Semua amalan ini adalah syirik, dan syirik itu adalah adik-beradik kufur. Oleh sebab itulah Allah swt menetapkan tempat orang-orang yang mengerjakan sihir dan yang bergantung kepada sihir dalam neraka jika mereka tidak segera bertaubat sebelum mati. Lantaran itu, hendaklah kita berhati-hati daripada perbuatan ini dan tidak menceburkan diri ke dalam golongan orang-orang yang membuat sihir ini.[7]
Hal tersebut dijalankan oleh orang yang hanya untuk memenuhi ambisi nafsu setan.[8] Allah berfirman dalam surat al-Baqarah: 102
(#qãèt7¨?$#ur $tB (#qè=÷Gs? ßûüÏÜ»u¤±9$# 4n?tã Å7ù=ãB z`»yJøn=ß ( $tBur txÿŸ2 ß`»yJøn=ß £`Å3»s9ur šúüÏÜ»u¤±9$# (#rãxÿx. tbqßJÏk=yèム}¨$¨Y9$# tósÅb¡9$# !$tBur tAÌRé& n?tã Èû÷üx6n=yJø9$# Ÿ@Î/$t6Î/ |Nr㍻yd šVr㍻tBur 4 $tBur Èb$yJÏk=yèムô`ÏB >tnr& 4Ó®Lym Iwqà)tƒ $yJ¯RÎ) ß`øtwU ×poY÷GÏù Ÿxsù öàÿõ3s? ( tbqßJ¯=yètGuŠsù $yJßg÷YÏB $tB šcqè%Ìhxÿム¾ÏmÎ/ tû÷üt/ ÏäöyJø9$# ¾ÏmÅ_÷ryur 4 $tBur Nèd tûïÍh!$ŸÒÎ/ ¾ÏmÎ/ ô`ÏB >ymr& žwÎ) ÈbøŒÎ*Î/ «!$# 4 tbqçH©>yètGtƒur $tB öNèdàÒtƒ Ÿwur öNßgãèxÿZtƒ 4 ôs)s9ur (#qßJÎ=tã Ç`yJs9 çm1uŽtIô©$# $tB ¼çms9 Îû ÍotÅzFy$# ïÆÏB 9,»n=yz 4 š[ø©Î6s9ur $tB (#÷rtx© ÿ¾ÏmÎ/ öNßg|¡àÿRr& 4 öqs9 (#qçR$Ÿ2 šcqßJn=ôètƒ ÇÊÉËÈ
Terjemahnya:
Dan mereka mengikuti apa  yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (Tidak mengerjakan sihir), Hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami Hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, Sesungguhnya mereka Telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (Kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah;102).
Diantara ancaman-ancaman Allah ‘ azza wa jalla di dalam Al Qur’an adalah firman-nya ( artinya ) “ dan sesungguhnya mereka telah mengetahui bahwa barang siapa yang menukarnya ( kitab Allah ) dengan sihir itu, tidaklah ada keuntungan baginya di akhirat ”. ( Al Baqarah : 102 ). Ibnu Abbas r.a. berkata ketika menafsirkan ayat tersebut ( مِنْ خَلاَقٍ yaitu مِنْ نَصِيْبٍ ) “ tidak ada baginya bagian di akhirat ”. Al Hasan rahimahullah berkata ( فَلَيْسَ لَهُ دِيْنٌ ) “ tidak ada agama baginya ”.
Begitupula dalam hadist Nabi,
“Dari Imran bin Hushain berkata bahwasanya Rasullah Saw, bersabda “ bukan dari golongan kami orang yang menentukan nasib sial berdasarkan tanda-tanda benda, burung dan lain-lain, atau bertanya kepada dukun dan mendukuninya atau yang menyihir dan yang meminta sihir untuknya dan siapa saja yang membuat buhulan dan barang siapa yang mendatangi dukun dan membenarkan apa yang ia katak maka sesunggunya ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.”[9]
“Barang siapa yang mendatangi tukang ramal lalu menanyakan sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam ”.[10]
“Dari Ibnu Abbas bahwasanya Nabi Saw bersabda “ Barang siapa mempelajari sebagain dari ilmu nujum, sesungguhnya dia telah mempelajari sebagian ilmu sihir ”. “ Semakin bertambah ilmu nujum yang dia pelajari semakin bertambah pula sihir yang dia pelajari ”.[11]
“Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi Saw bersabda “Barang siapa yang membuat satu buhulan, lalu meniup padanya, maka dia telah melakukan sihir dan barang siapa yang melakukan sihir maka dia telah berbuat syirik dan barang siapa yang menggantungkan diri pada sesuatu benda ( jimat ) maka dirinya dijadikan oleh Allah bersandar kepada benda itu”.( HR.an-Nasa ‘i )”[12]
Adapun hukuman terhadap tukang sihir itu adalah bunuh disebabkan dia telah kufur kepada Allah, atau cenderung kepada kekufuran.[13] Sedangkan Nabi s.a.w. dengan tegasnya telah bersabda: “Jauhilah tujuh dosa besar.” Oleh itu setiap orang mestilah takut kepada Allah dan janganlah memasuki sesuatu yang akan merugikan dirinya, baik di dunia mahupun akhirat.
Ancaman daripada melakukan sihir jelas terbukti berdasarkan hadis riwayat al-Tirmizi. Sabda Rasulullah s.a.w. bermaksud: “Hukuman terhadap ahli sihir adalah dipenggal (lehernya) dengan pedang.”[14] Tetapi pada setengah riwayat mengatakan bahawa kata-kata ini sebenarnya daripada ucapan Jundub.
Dan daripada Bujalah bin Abdah, dia mengatakan: “Telah sampai kepada kami (surat) perintah daripada Saidina Umar r.a. setahun sebelum kewafatannya menyuruh kami membunuh setiap tukang sihir baik lelaki maupun wanita.”
Indikasi yang menonjol dan sangat menentukan adalah besarnya hukuman yang diberikan kepada pelakunya, hukuman mati. Sebagaimana kita ketahui bahwa Islam tidak gegabah menetapkan hukuman mati kepada seseorang kecuali ia telah melakukan kesalahan yang sangat besar, membunuh orang lain tanpa alasan benar.[15]
Sebagian Para sahabat memiliki aturan dan syarat tersendiri untuk memperlakukan hukuman terhadap para tukang sihir. Sebagaimana yang dikatakan oleh Qadi Iyad: Malik berkata bahwa Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dari banyak sahabat dan tabiin. Mereka mengatakan bahwa mereka membunuh penyihir apabila penyihir itu membunuh orang dengan sihir atau dengan pengakuan penyihir bahwa orang tersebut karena sihir yang dilakukannya. Apabila orang tersebut meninggal karena sihirnya akan tetapi ia tidak berniat membunuhnya, maka ia dikenakan diyat dan kafarah. Dan yang lain berpendapat bahwa pembunuhan dengan sihir tidak bisa dibuktikan dengan saksi melainkan harus dengan pengakuan penyihir.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sihir adalah kesepakatan atau perjanjian antara tukang sihir dengan syaitan dengan syarat si tukang sihir harus melakukan perbuatan - perbuatan haram dan syirik sebagai imbalan dari bantuan dan kepatuhan syaitan kepadanya.
Para ulama memiliki pendapat yang beraneka ragam dalam memaknai kata ‘sihir’ secara istilah. Sebagian ulama mengatakan bahwa sihir adalah benar-benar terjadi ‘riil’, dan memiliki hakikat. Namun ada ulama lain yang menjelaskan bahwa sihir hanyalah pengelabuan dan tipuan mata semata, tanpa ada hakikatnya.
Sihir adalah termasuk dosa besar yang sangat diancam oleh syariat Islam., Adapun hukuman terhadap tukang sihir itu adalah bunuh disebabkan dia telah kufur kepada Allah, atau cenderung kepada kekufuran.[16] Sedangkan Nabi s.a.w. dengan tegasnya telah bersabda: “Jauhilah tujuh dosa besar.” Oleh itu setiap orang mestilah takut kepada Allah dan janganlah memasuki sesuatu yang akan merugikan dirinya, baik di dunia mahupun akhirat.

B.     Kritik dan Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA
Rasjiddin. Sjafril, Hadist-hadist tentang sihir dalam kitab Mu’tabar, Makasar: Indobis, 2007
Al Qoulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Cet. Dar Ibnul Jauzy, jilid 1
Dikutip dari Haqiqatus Sihri wa Hukmuhu fil Kitabi was Sunnah, Syaikh Dr. ‘Iwaad bin Abdillah Al Mu’tiq
Al Kaafi fi Fiqh Al Imam Ahmad, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, Asy Syamilah
Bukhari no. 256
Al-Athar, Abdul Khaliq. Menolak dan Membentengi Diri dari Sihir. Bandung: Pustaka Hidayah, 1997.
Asy-Sya’rawi, Muhammad Mutawalli. Sihir dan Hasut. Jakarta: Gema Insani Press, 1992.
S. Ansory al-Mansor. 48 macam perbuatan dosa
CD ROM al-Maktabah al-Syamilah
Baly, Wahid Abdussalam, Ilmu Sihir dan Penangkalnya; Tinjauan al-Qur’an, Hadis dan Ulama. (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1995
Turmudzi no. 1380
Abdul Khalik Al-Athar, menolak dan membentengi diri dari sihir, Bandung: Pustaka Hidayah, 1996





[1] Rasjiddin.Sjafril, Hadist-hadisttentangsihirdalamkitabMu’tabar, (Makasar:Indobis,2007) hal.7
[2]Al Qoulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Cet. Dar Ibnul Jauzy, jilid 1, hal. 489.
[3] Dikutip dari Haqiqatus Sihri wa Hukmuhu fil Kitabi was Sunnah, Syaikh Dr. ‘Iwaad bin Abdillah Al Mu’tiq
[4] Al Kaafi fi Fiqh Al Imam Ahmad, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, Asy Syamilah
[5] Bukhari no. 256
[6] Al-Athar, Abdul Khaliq. Menolak dan Membentengi Diri dari Sihir. (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997.) hal 34 
[7] Asy-Sya’rawi, Muhammad Mutawalli. Sihir dan Hasut. (Jakarta: Gema Insani Press, 1992.) hal. 47
[8] S. Ansory al-Mansor. 48 macam perbuatan dosa……….. hlm. 20
[9] CD ROM al-Maktabah al-Syamilah
[10] CD ROM al-Maktabah al-Syamilah
[11] CD ROM al-Maktabah al-Syamilah
[12] CD ROM al-Maktabah al-Syamilah
[13] Baly, Wahid Abdussalam, Ilmu Sihir dan Penangkalnya; Tinjauan al-Qur’an, Hadis dan Ulama. (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1995) hal. 51
[14] Turmudzi no. 1380
[15] Abdul Khalik Al-Athar, menolak dan membentengi diri dari sihir, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), hlm. 39      
[16] Baly, Wahid Abdussalam, Ilmu Sihir dan Penangkalnya; Tinjauan al-Qur’an, Hadis dan Ulama. (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1995) hal. 51


Iklan Atas Artikel

Adnow April 22

Adnow April 22

Iklan Bwah Artikel (Adnow)