Makalah Sihir Dalam Presfektif Syariat Islam
MAKALAH
SIHIR DALAM PRESFEKTIF SYARIAT ISLAM
OLEH;
Dosen Pengampuh:
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Tafsir Hukum
Program Study SyariahJurusan Al-Akhwalus
Syakhsiyah.
KAB. BARRU
2019
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur marilah kita panjatkan kehadirat
Allah SWT yang mana atas limpahan rahmat, hidayah serta inayah Nya sehingga
kami
dapat menyelesaikan tugas makalah ini tanpa suatu
halangan yang berarti. Tidak lupa sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjunan Nabi besar Muhammad SAW.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah kami ini ”Tafsir Ahkam” dengan membahas
mengenai Pandangan Syariat Terhadap Sihir Serta selut beluk sihir. Dengan membuat tugas ini kami harapkan mampu
menerapkan
serta mengembangkan perihal tersebut ditengah-tengah masyarakat.
Kami menyadari dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Maka
dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi terciptanya
makalah yang lebih baik selanjutnya. Dan semoga dengan hadirnya makalah ini dapat
memberi manfaat bagi pembaca sekalian.
Mangkoso, 10
Oktober 2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................
1
B. Rumusan Masalah................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sihir Menurut Para Ulama..................................
3
B. Sihir
Dalam Pandangan Al-Qur’an......................................
5
C. Hukum
Sihir Dan Ancaman Bagi Pelaku Sihir.................... 6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................
12
B. Kritik Dan Saran................................................................
12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia sihir telah tersebar di tengah-tengah masyarakat,
mulai dari masyarakat desa hingga menjamah ke daerah kota. Mulai dari sihir
pelet, santet, dan ‘aji-ajian’ lainnya. Berbagai komentar dan cara pandang pun
mulai bermunculan terkait masalah tukang sihir dan ‘antek-antek’-nya. Namun
yang menjadi keresahan kemudian adalah banyaknya masyarakat yang salah memahami
sihir hingga bentuk kebodohan bahkan kemusyrikan terbesarpun terjadi, yaitu
berbondong-bondongnya masyarakat kita mengaplikasikan sihir untuk mempermudah
sesuatu, menaklukkan sesuatu, menghilangkan nyawa seseorang, merusak hubungan
pernikahan, bahkan mengobati penyakit pun menggunakan sihir.
Sebagai seorang
muslim, tidaklah kita memandang sesuatu melainkan dengan kaca mata syari’at,
terlebih dalam perkara-perkara ghaib, seperti sihir dan yang semisalnya. Memang
bukan perkara mudah merubah pola pikir masyarakat yang tadinya klenik menjadi
syar’i, walau bukan berarti itu perkara yang mustahil. Atas dasar itulah
penyusun merasa perlu membahas sihir dalam perspektif Islam, bagaimana Islam
mendefinisikan sihir dan bagaimana syari’at mengajarkan cara melawan sihir.
Tidak lebih hanya untuk kebaikan bersama menuju ajaran Islam yang murni.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian
Sihir Menurut Para Ulama
2. Sihir
Dalam Pandangan Al-Qur’an
3. Hukum
Sihir Dan Ancaman Bagi Pelaku Sihir
C. Tujuan
Untuk
memberikan gambaran terkait dengan sihir, pengertian, hukum, cara pengobatan
dan pencegahan dalam pandanagan islam. Dengan harapan dapat menambah sedikit banyaknya
pengetahuan bagi pembaca terlebih lagi penulis Dan umumnya masyarakat islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Sihir Menurut Para Ulama
Sihir merupakan perantaraan di antara tukang
sihir dan syaitan yang mensyaratkan si tukang sihir tersebut agar melakukan
perbuatan haram dan syirik di samping menyerahkan segala ketaatan kepadanya demi
memperolehi bantuan dan pertolongan yang dihajatkan.[1]
Sihir dalam bahasa Arab tersusun dari huruf ر, ح, س
(siin, kha, dan ra), yang secara bahasa bermakna segala sesuatu yang sebabnya
nampak samar. Oleh karenanya kita mengenal istilah ‘waktu sahur’ yang memiliki
akar kata yang sama, yaitu siin, kha dan ra, yang artinya waktu ketika segala
sesuatu nampak samar dan “remang-remang”.[2]
Seorang pakar bahasa, Al Azhari mengatakan,
“Akar kata sihir maknanya adalah memalingkan sesuatu dari hakikatnya. Maka ketika
ada seorang menampakkan keburukan dengan tampilan kebaikan dan menampilkan
sesuatu dalam tampilan yang tidak senyatanya maka dikatakan dia telah menyihir
sesuatu”.[3]
Adapun secara istilah, para ulama berbeda-beda
dalam mendefinisikan istilah sihir.
a)
Al-Azhari : Mendefinisikan sihir sebagai “
perbuatan yang dilakukan dengan mendekatkan diri kepada setan dan meminta
bantuan dengannya ”.
b)
Al-Baidhawi : Mendefinisikan sihir sebagai “
hal-hal yang untuk mendapatkannya dibutuhkan penyembahan kepada setan, dimana manusia
tidak sanggup melakukannya ”.
c)
Imam Al-Qurtubi : Asal makan sihir ialah
mengelabui pandangan dengan cara menipu, seperti seseorang yang melihat
fatamorgana dari kejauhan dan ia mengiranya seolah-olah itu adalah air.
d)
Imam Al-Kurmani : Menyebutkan bahwa sihir ialah
perkara atau hal yang menyalahi adat kebiasaan dan bersumber dari jiwa yang
jahat tetapi tidak mustahil untuk dikalahkan.
e)
Abu Bakar Ibnu Al Arabi : Seorang pakar tafsir
dan hukum islam bermazhab Maliki ( w. 1148 M ) berpendapat bahwa sihir adalah
ucapan-ucapan yang mengandung pengagungan kepada selain Allah yang dipercaya
oleh pengamalnya dapat menghasilkan sesuatu dengan kadar-kadarnya.
f)
Imam Al-Alusy : Berpendapat bahwa sihir adalah
perkara-perkara ganjil yang seakan-akan ia adalah perkara yang luar biasa
tetapi bukanlah luar biasa, karena sihir dapat dipelajari dan diperoleh melalui
taqarrub ( mendekati diri ) kepada setan dengan melakukan kejahatan berupa
ucapan seperti jampi-jampi yang mengandung makna kemusyrikan serta pujian
kepada setan, dan berupa perbuatan seperti beribadah kepada bintang-bintang dan
melakukan jinayah serta kefasikan dan berupa keyakinan seperti menganggap baik
perkara yang membawa kepada taqarrub serta cinta kepada setan.
Ibnul
Qudamah rahimahullah mengatakan, “Sihir adalah jampi atau mantra yang
memberikan pengaruh baik secara zhohir maupun batin, semisal membuat orang lain
menjadi sakit, atau bahkan membunuhnya, memisahkan pasangan suami istri, atau
membuat istri orang lain mencintai dirinya (pelet-pent)”.[4]
Namun ada ulama lain yang menjelaskan bahwa
sihir hanyalah pengelabuan dan tipuan mata semata, tanpa ada hakikatnya.
Sebagaimana dikatakan oleh Abu Bakr Ar Rozi, “(Sihir) adalah segala sesuatu
yang sebabnya samar dan bersifat mengalabui, tanpa adanya hakikat, dan terjadi
sebagaimana muslihat dan tipu daya semata.
B.
Sihir
Dalam Pandangan Al-Qur’an
Sihir dalam pandangan al-Qur’an terbagi menjadi
dua bagian, Yang terkait dengan intrik, sulap, kecekatan, ketangkasan dan sama
sekali tidak ril dan mengandung hakikat sebagaimana yang kita baca pada ayat,
“Maka tiba-tiba tali dan tongkat-tongkat mereka terbayang kepada Musa
seakan-akan merayap cepat lantaran sihir mereka.” atau pada ayat lainnya
seperti, “Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan
orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar
(menakjubkan).”
Dari ayat ini menjadi jelas bahwa sihir tidak
mengadung hakikat sehingga mampu menguasai dan mengatur atas segala sesuatu dan
memberikan pengaruh melainkan semata-mata permainan ketangkasan dan sulap para
penyihir yang menampilkan demikian.
Dari beberapa ayat al-Qur’an dapat disimpulkan
bahwa sebagian jenis sihir dapat memberikan pengaruh seperti ayat di bawah ini
yang menyatakan bahwa mereka belajar sihir untuk memisahkan suami dari
istrinya, “(Akan tetapi), mereka (menyalahgunakan hal itu dan) hanya
mempelajari dari kedua malaikat itu apa dapat menceraikan antara seorang
(suami) dengan istrinya.” (Qs. Al-Baqarah [2]:102) Atau redaksi ayat lainnya
pada ayat-ayat di atas yang menyatakan bahwa mereka belajar untuk merugikan
diri mereka sendiri, “Mereka (hanya) mempelajari sesuatu yang dapat
mendatangkan mudarat bagi (diri) mereka sendiri dan tidak memberi manfaat.”
(Qs. Al-Baqarah [2]:102) Namun apakah sihir hanya berpengaruh pada jiwa atau
juga memiliki pengaruh pada badan dan pengaruh pada jasmani? Pada ayat-ayat di
atas tidak disinggung masalah ini, karena itu sebagian meyakini pengaruh sihir
hanya pada jiwa.
C.
Hukum Sihir
Dan Ancaman Bagi Pelaku Sihir
Sihir termasuk dosa besar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ عَنْ ثَوْرِ بْنِ
زَيْدٍ الْمَدَنِيِّ عَنْ أَبِي الْغَيْثِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا
السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ
بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا
بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ
الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ[8
Artinya:
“Jauhilah dari kalian tujuh perkara yang
membinasakan!” Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, Apakah tujuh perkara tersebut?” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata, “[1]menyekutukan Allah, [2 ]sihir,
[3]membunuh seorang yang Allah haramkan untuk dibunuh, kecuali dengan alasan
yang dibenarkan syariat, [4]mengkonsumsi riba, [5]memakan harta anak yatim,
[6]kabur ketika di medan perang, dan [7]menuduh perempuan baik-baik dengan
tuduhan zina” (HR. Bukhari dan Muslim, dari shahabat Abu
Hurairah)[5]
Dalam hadis di atas dapat diketahui bahwa sahabat bertanya kepada
Rasul perihal larangannya untuk menjauhi tujuh dosa besar. Kemudian Rasul
menjawab: syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah
kecuali dengan cara yang benar, riba, memakan harta kekayaan anak yatim. Lari
dari medan perang dan menuduh wanita mukminah yang lalai berbuat zina.
Secara jelas sihir yang dimaksud adalah dikategorikan sebagai dosa
besar. Hal itulah yang menimbulkan daya rusak dan efek negatif yang besar
terhadap raga manusia, misalnya melenyapkan nyawa seseorang, bercerai berainya
suami istri, tertutupnya kebenaran dengan kebathilan, dan lain-lain.[6]
Sihir adalah termasuk dosa besar yang sangat diancam oleh syariat
Islam. Al-Quran telah mempertalikan orang yang mengerjakan sihir atau orang
yang mengajar yang lain daripada hal pekerjaan sihir itu dengan pekerjaan syaitan
yang terkutuk. Ini kerana syaitan itu membuatkan kehidupan manusia menjadi
kucar-kacir dan menarik manusia untuk berpaling daripada takdir Tuhan. Orang
yang berjaya mensihirkan orang lain akan merasa senang hati terhadap
penderitaan orang yang disihirnya, dan akan bercita-cita supaya penderitaan itu
berterusan sehingga membawa mati, padahal Allah dan Rasul-Nya melarang
cita-cita yang buruk terhadap sesama manusia.
Pekerjaan sihir itu selalunya bergantung kepada syaitan dan jin,
yakni makhluk-makhluk terkutuk Allah, dan orang yang membuat sihir itu
meletakkan sepenuh keyakinannya kepada makhluk jahat itu sehingga sampai ke
peringkat penyembahan. Semua amalan ini adalah syirik, dan syirik itu adalah
adik-beradik kufur. Oleh sebab itulah Allah swt menetapkan tempat orang-orang
yang mengerjakan sihir dan yang bergantung kepada sihir dalam neraka jika
mereka tidak segera bertaubat sebelum mati. Lantaran itu, hendaklah kita
berhati-hati daripada perbuatan ini dan tidak menceburkan diri ke dalam
golongan orang-orang yang membuat sihir ini.[7]
Hal tersebut dijalankan oleh orang yang hanya untuk memenuhi
ambisi nafsu setan.[8]
Allah berfirman dalam surat al-Baqarah: 102
(#qãèt7¨?$#ur $tB (#qè=÷Gs? ßûüÏÜ»u¤±9$# 4n?tã Å7ù=ãB z`»yJøn=ß ( $tBur txÿ2 ß`»yJøn=ß £`Å3»s9ur úüÏÜ»u¤±9$# (#rãxÿx. tbqßJÏk=yèã }¨$¨Y9$# tósÅb¡9$# !$tBur tAÌRé& n?tã Èû÷üx6n=yJø9$# @Î/$t6Î/ |Nrã»yd Vrã»tBur 4 $tBur Èb$yJÏk=yèã ô`ÏB >tnr& 4Ó®Lym Iwqà)t $yJ¯RÎ) ß`øtwU ×poY÷GÏù xsù öàÿõ3s? ( tbqßJ¯=yètGusù $yJßg÷YÏB $tB cqè%Ìhxÿã ¾ÏmÎ/ tû÷üt/ ÏäöyJø9$# ¾ÏmÅ_÷ryur 4 $tBur Nèd tûïÍh!$ÒÎ/ ¾ÏmÎ/ ô`ÏB >ymr& wÎ) ÈbøÎ*Î/ «!$# 4 tbqçH©>yètGtur $tB öNèdàÒt wur öNßgãèxÿZt 4 ôs)s9ur (#qßJÎ=tã Ç`yJs9 çm1utIô©$# $tB ¼çms9 Îû ÍotÅzFy$# ïÆÏB 9,»n=yz 4 [ø©Î6s9ur $tB (#÷rtx© ÿ¾ÏmÎ/ öNßg|¡àÿRr& 4 öqs9 (#qçR$2 cqßJn=ôèt ÇÊÉËÈ
Terjemahnya:
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa
kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir),
padahal Sulaiman tidak kafir (Tidak mengerjakan sihir), Hanya syaitan-syaitan
lah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan
apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan
Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum
mengatakan: "Sesungguhnya kami Hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah
kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang
dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan
isterinya. dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya
kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. dan mereka mempelajari sesuatu
yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi,
Sesungguhnya mereka Telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (Kitab
Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat
jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka
Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah;102).
Diantara ancaman-ancaman Allah ‘
azza wa jalla di dalam Al Qur’an adalah firman-nya ( artinya ) “ dan
sesungguhnya mereka telah mengetahui bahwa barang siapa yang menukarnya ( kitab
Allah ) dengan sihir itu, tidaklah ada keuntungan baginya di akhirat ”. ( Al
Baqarah : 102 ). Ibnu Abbas r.a. berkata ketika menafsirkan ayat tersebut ( مِنْ خَلاَقٍ
yaitu مِنْ نَصِيْبٍ ) “ tidak ada baginya bagian di akhirat ”. Al Hasan
rahimahullah berkata ( فَلَيْسَ لَهُ دِيْنٌ ) “ tidak ada agama baginya ”.
Begitupula dalam hadist Nabi,
“Dari Imran bin Hushain berkata bahwasanya Rasullah Saw, bersabda
“ bukan dari golongan kami orang yang menentukan nasib sial berdasarkan
tanda-tanda benda, burung dan lain-lain, atau bertanya kepada dukun dan
mendukuninya atau yang menyihir dan yang meminta sihir untuknya dan siapa saja
yang membuat buhulan dan barang siapa yang mendatangi dukun dan membenarkan apa
yang ia katak maka sesunggunya ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad.”[9]
“Barang siapa yang mendatangi tukang ramal lalu menanyakan
sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam ”.[10]
“Dari Ibnu Abbas bahwasanya Nabi Saw bersabda “ Barang siapa
mempelajari sebagain dari ilmu nujum, sesungguhnya dia telah mempelajari
sebagian ilmu sihir ”. “ Semakin bertambah ilmu nujum yang dia pelajari semakin
bertambah pula sihir yang dia pelajari ”.[11]
“Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi Saw bersabda “Barang siapa yang
membuat satu buhulan, lalu meniup padanya, maka dia telah melakukan sihir dan
barang siapa yang melakukan sihir maka dia telah berbuat syirik dan barang
siapa yang menggantungkan diri pada sesuatu benda ( jimat ) maka dirinya
dijadikan oleh Allah bersandar kepada benda itu”.( HR.an-Nasa ‘i )”[12]
Adapun hukuman terhadap tukang sihir itu adalah bunuh disebabkan
dia telah kufur kepada Allah, atau cenderung kepada kekufuran.[13]
Sedangkan Nabi s.a.w. dengan tegasnya telah bersabda: “Jauhilah tujuh dosa
besar.” Oleh itu setiap orang mestilah takut kepada Allah dan janganlah
memasuki sesuatu yang akan merugikan dirinya, baik di dunia mahupun akhirat.
Ancaman daripada melakukan sihir
jelas terbukti berdasarkan hadis riwayat al-Tirmizi. Sabda Rasulullah s.a.w.
bermaksud: “Hukuman terhadap ahli sihir adalah dipenggal (lehernya) dengan
pedang.”[14] Tetapi pada setengah
riwayat mengatakan bahawa kata-kata ini sebenarnya daripada ucapan Jundub.
Dan daripada Bujalah bin Abdah, dia
mengatakan: “Telah sampai kepada kami (surat) perintah daripada Saidina Umar
r.a. setahun sebelum kewafatannya menyuruh kami membunuh setiap tukang sihir
baik lelaki maupun wanita.”
Indikasi yang menonjol dan sangat
menentukan adalah besarnya hukuman yang diberikan kepada pelakunya, hukuman
mati. Sebagaimana kita ketahui bahwa Islam tidak gegabah menetapkan hukuman
mati kepada seseorang kecuali ia telah melakukan kesalahan yang sangat besar,
membunuh orang lain tanpa alasan benar.[15]
Sebagian Para sahabat memiliki
aturan dan syarat tersendiri untuk memperlakukan hukuman terhadap para tukang
sihir. Sebagaimana yang dikatakan oleh Qadi Iyad: Malik berkata bahwa Ahmad bin
Hanbal meriwayatkan dari banyak sahabat dan tabiin. Mereka mengatakan bahwa
mereka membunuh penyihir apabila penyihir itu membunuh orang dengan sihir atau
dengan pengakuan penyihir bahwa orang tersebut karena sihir yang dilakukannya.
Apabila orang tersebut meninggal karena sihirnya akan tetapi ia tidak berniat
membunuhnya, maka ia dikenakan diyat dan kafarah. Dan yang lain berpendapat
bahwa pembunuhan dengan sihir tidak bisa dibuktikan dengan saksi melainkan
harus dengan pengakuan penyihir.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sihir adalah kesepakatan atau perjanjian
antara tukang sihir dengan syaitan dengan syarat si tukang sihir harus
melakukan perbuatan - perbuatan haram dan syirik sebagai imbalan dari
bantuan dan kepatuhan syaitan kepadanya.
Para
ulama memiliki pendapat yang beraneka ragam dalam memaknai kata ‘sihir’ secara
istilah. Sebagian ulama mengatakan bahwa sihir adalah benar-benar terjadi
‘riil’, dan memiliki hakikat. Namun ada ulama lain yang menjelaskan
bahwa sihir hanyalah pengelabuan dan tipuan mata semata, tanpa ada hakikatnya.
Sihir adalah termasuk dosa besar yang sangat diancam oleh syariat
Islam., Adapun hukuman terhadap tukang
sihir itu adalah bunuh disebabkan dia telah kufur kepada Allah, atau cenderung
kepada kekufuran.[16]
Sedangkan Nabi s.a.w. dengan tegasnya telah bersabda: “Jauhilah tujuh dosa
besar.” Oleh itu setiap orang mestilah takut kepada Allah dan janganlah
memasuki sesuatu yang akan merugikan dirinya, baik di dunia mahupun akhirat.
B.
Kritik dan Saran
Penulis tentunya
masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman
pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Rasjiddin. Sjafril, Hadist-hadist tentang
sihir dalam kitab Mu’tabar, Makasar: Indobis, 2007
Al Qoulul
Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, Syaikh Ibnu
‘Utsaimin, Cet. Dar Ibnul Jauzy, jilid 1
Dikutip dari Haqiqatus
Sihri wa Hukmuhu fil Kitabi was Sunnah, Syaikh Dr. ‘Iwaad bin Abdillah Al
Mu’tiq
Al Kaafi fi
Fiqh Al Imam Ahmad, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, Asy Syamilah
Bukhari no. 256
Al-Athar, Abdul Khaliq. Menolak
dan Membentengi Diri dari Sihir. Bandung: Pustaka Hidayah, 1997.
Asy-Sya’rawi, Muhammad Mutawalli. Sihir
dan Hasut. Jakarta: Gema Insani Press, 1992.
S. Ansory al-Mansor. 48 macam
perbuatan dosa
CD ROM al-Maktabah al-Syamilah
Baly, Wahid Abdussalam, Ilmu
Sihir dan Penangkalnya; Tinjauan al-Qur’an, Hadis dan Ulama. (Jakarta: PT
Logos Wacana Ilmu, 1995
Turmudzi no. 1380
Abdul Khalik Al-Athar, menolak
dan membentengi diri dari sihir, Bandung: Pustaka Hidayah, 1996
[1]
Rasjiddin.Sjafril, Hadist-hadisttentangsihirdalamkitabMu’tabar,
(Makasar:Indobis,2007) hal.7
[2]Al Qoulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, Syaikh
Ibnu ‘Utsaimin, Cet. Dar Ibnul Jauzy, jilid 1, hal. 489.
[3] Dikutip dari Haqiqatus Sihri wa
Hukmuhu fil Kitabi was Sunnah, Syaikh Dr. ‘Iwaad bin Abdillah Al Mu’tiq
[6] Al-Athar, Abdul Khaliq. Menolak dan Membentengi Diri dari
Sihir. (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997.) hal 34
[7] Asy-Sya’rawi, Muhammad Mutawalli. Sihir dan Hasut.
(Jakarta: Gema Insani Press, 1992.) hal. 47
[8] S. Ansory al-Mansor. 48 macam perbuatan dosa………..
hlm. 20
[9] CD ROM al-Maktabah al-Syamilah
[10] CD ROM al-Maktabah al-Syamilah
[11] CD ROM al-Maktabah al-Syamilah
[12] CD ROM al-Maktabah al-Syamilah
[13] Baly, Wahid Abdussalam, Ilmu Sihir dan Penangkalnya;
Tinjauan al-Qur’an, Hadis dan Ulama. (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1995) hal.
51
[14] Turmudzi no. 1380
[15] Abdul Khalik Al-Athar, menolak dan membentengi diri dari
sihir, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), hlm. 39
[16] Baly, Wahid Abdussalam, Ilmu Sihir dan Penangkalnya;
Tinjauan al-Qur’an, Hadis dan Ulama. (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1995) hal.
51