Makalah Tentang Akhlak Tasawuf
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Segala puji hanya milik Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini, salam serta salawat senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW juga kepada umat beliau yang tetap istiqamah di jalan Allah SWT dalam mengarungi bahtera kehidupan dan melaksanakan tugas kemanusiaan ini hingga hari akhir.
Makalah ini berjudul “Problematika Masyarakat Modern dan Perlunya Akhlak Tasawuf”, penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kritik dan saran yang bersifat membangun, senantiasa penulis harapkan dari semua pihak sebagai bahan masukan dalam penyusunan makalah selanjutnya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak DR. H. Abd. Rahman S, S.Pd.I.,M.Pd.I yang telah memberi tugas dan membimbing kami, segenap rekan-rekan yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Akhirnya kami berharap agar kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua aamiin.
Mangkoso, 06 Oktober, 2017
Mangkoso, 06 Oktober, 2017
DAFTAR ISI
SAMPUL............................. i
KATA PENGANTAR.........ii
DAFTAR ISI.......................iii
BAB I PENDAHULUAN.....1
A. Latar belakang......... 1
B. Rumusan Masalah...... 2
BAB II PEMBAHASAN............. 3
A. Pengertian Masyarakat Modern............ 3
B. Problematika Masyarakat Modern....... 4
C. Perlunya Pengembangan Akhlak Tasawuf.... 10
BAB III PENUTUP................ 14
A. Kesimpulan.............. 14
B. Kritik dan Saran........15
DAFTAR PUSTAKA.............. 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhlak tasawuf adalah merupakan salah satu khazanah intelektual muslim yang kehadirannya hingga saat semakin dirasakan. Secara historis dan teologi akhlak tasawuf tampil mengawal dan memadu perjalanan hidup umat agar selamat dunia dan akhirat. Tidaklah berlebihan jika misi utama kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, dan sejarah mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karna dengan akhlaknya yang prima, hingga hal ini dinyatakan oleh Allah dalam al-quran.
Kepada umat manusia, khususnya yang beriman kepada Allah diminta agar akhlak dan keluhuran budi Nabi Muhammad SAW itu dijadikan contoh dalam kehidupan di berbagai bidang. Mereka yang mematuhi permintaan ini dijamin keselamatan hidupnya di dunia dan di akhirat.
Khazanah pemikiran dan pandangan di bidang akhlak dan tasawuf itu kemudian menemukan momentum pengembangannya dalam sejarah, yang antara lain ditandai oleh munculnya sejumlah besar ulama tasawuf dan ulama di bidang akhlak. Mereka tampil pada mulanya untuk memberi koreksi pada perjalanan umat saat itu yang sudah mulai miring kearah yang salah. Mereka mencoba meluruskan, dan ternyata supaya mereka disambut positif karena dirasakan manfaatnya. Untuk melestarikan pemikiran dan pendapatnya itu mereka menulis sejumlah buku yang secara khusus membahas masalah akhlak tasawuf.
Sebelum itu hasil penelitian para ulama islam terhadap Al-Quran dan Al-Hadist menunjukkan. Bahwa hakikat agama islam itu adalah akhlak. Pernyataaan antara lain sikemukakan al-Mawardi dalam kitabnya Adab al-Dunya wa al-Din ini dibuktikan dengan mengatakan bahwa agama tanpa tasawuf akhlak tidak akan hidup, bahkan akan kering dan layu. Ia juga mengatakan bahwa seluruh ajaran al-Quran dan al-Hadist pada ujungnya menghendaki perbaikan akhlak dan mental spiritual.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian masyarakat modern?
2. Problematika masyarakat modern?
3. Perlunya pengembangan akhlak tasawuf?
1. Pengertian masyarakat modern?
2. Problematika masyarakat modern?
3. Perlunya pengembangan akhlak tasawuf?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Masyarakat Modern
Mayarakat modern terdiri dari dua kata yaitu, masyarakat dan modrn. Dalam kamus bahasa Indonesia, W. J. S. Poerwadaminta mengertikan masyarakat sebagai pergaulan hidup manusia (himpunan orang yang hidup di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan yang tentu ).[1] Sedangkan modern diartikan yang terbaru, secara baru, mutahkir.[2] Dengan demikian, secara harfiah masyarakat modern berarti suatu orang yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu yang bersifat mutahkir.
Masyarakat modern selanjutnya sering disebutkan sebagai lawan dari masyarakat tradisional. Delliar noer misalnya menyebutkan ciri-ciri modern sebagai berikut:
1. Bersifat rasional, yakni lebih mengutamakan pendapat akal pikiran, daripada pendapat emosi. Sebelum melakukan pekerjaan selalu dipertimbangkan lebih dahulu ruginya, dan pekerjaan tersebut secara logika dipandang menguntungkan.
2. Berpikir masa depan yang lebih jauh, tidak hanya memikirkan masalah yang bersifat sesaat, tetapi selalu dilihat dampak sosialnya secara lebih jauh.
3. Menghargai waktu, yang selalu melihat bahwa waktu adalah sesuatu yang sangat berharga dan perlu dimanfaatkan dengan sebaik-sebaiknya.
4. Bersikap terbuka, yakni mau menerima saran, masukan, baik berupa kritik, gagasan dan perbaikan dari manapun datangnya.
5. Berpikir objektif, yakni melihat segala sesuatu dari sudut fungsi dan kegunaanya bagi masyarakat.[3]
B. Problematika Masyarakat Modern
Revolusi teknologi dengan meningkatkan kontrol kita pada materi, ruang dan waktu, menimbulkan evolusi ekonomi, gaya hidup, pola pikir dan sistem rujukan yang berbeda dengan yang terjadi pada masyarakat agricultural dan industry. Dalam kaitan ini terdapat dalam tiga keadaan dalam menyikapi revolusi industri, yaitu kelompok yang optimis, kehadiran revolusi teknologi justru menguntungkan, seperti yang perlihatkan ziauddin sardar. Menurutnya revolusi informasi yang kini sedang dijajakan sebagai rahmat besar bagi umat manusia. Penjajahnya yang agresif di televisi, surat-surat kabar, dan majalah-majalah yang mewah begitu menarik. Pada lingkungan-lingkuagan yang terpelajar, yaitu di dalam jurnal-jurnal penelitian dan buku-buku akademis, di sebutkan bahwa revolusi informasi akan menyebabkan timbulnya desentralisasi, dan karena itu akan melahirkan suatu masyarakat yang lebih demokratis telah meningkatkan keragaman budaya melalui penyediaan informasi yang menyeluruh yana sesuai dengan keragaman selera dan kemampuan ekonomi, memberi orang kesempatan untuk mengembangkan kecakapan-kecakapan baru, meningkatkan produksi, dan dengan demikian menciptakan kemakmuran untuk semua lapisan masyarakat.[4]
Sementara itu, bagi kelompok yang pesimis memandang kemajuan di bidang tekhnologi akan memberikan dampak yang negatif, karena hanya memberikan kesempatan dan peluang kepada orang-orang yang dapat bersaing saja, yaitu mereka yang memiliki kekuasaan, ekonomi, kesempatan, kecerdasan dan lain-lain. Sementara bagi mereka yang terbelakang tetap semakin terbelakang. Penggunaan tekhnologi di bidang pertanian misalnya akan menyebabkan keuntungan bagi petani tida memiliki modal saja, sedangkan bagi yang tidak memiliki modal semakin menghadapi masalah yang serius.
Tekhnologi juga akan berbahaya jika berada di tangan orang yang secara mental dan keyakinan agama belum siap. Mereka dapat menyalahgunakan teknologi untuk tujuan-tujuan yang dekruktif dan mengkhawatirkan. Penggunaan teknologi kontrasepsi misalnya dapat menyebabkan orang dengan mudah dapat melekukkan hubungan seksual tanpa harus takut hamil atau berdosa. Demikian juga di bidang tekhnologi farmasi atau obat-obatan dapat menyebabkan diciptakannya berbagai bentuk obat yang membahayakan dengan versi yang berlainan dan dapat diperoleh dengan cara-cara yang mudah. Selanjutnya kemajuan di bidang tekhnologi rekayasa genetika, melalui apa yang di sebut dengan bayi tabung dan kloning (cloning), dapat mendorong manusia memproduksi manusia untuk di jual belikan sebagaimana menjual buah-buahan, atau binatang.
Setelah mengajukan sejumlah ke khawatiran dari dampak tekhnologi ini, maka kaum yang pesemistis ini mengajukan pertanyaan: bolehkah ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang netral etika itu terus dikembangkan? Bukankah sebaiknya dibatasi penggunaannya, sampai masyarakat benar-benar siap menerimanya? Dan kapankah datangnya saat dimana manusia itu siap menerima kahadiran iptek tampaknya perlu dipersiapkan.
Pengunaan iptek modern yang demikian itu masih lebih banyak dikendalikan oleh orang-orang yang secara moral kurang dapat dipertanggung jawabkan. Sikap hidup yang mengutamakan materi (materialistik), memperturutkan kesenangan dan kelezatan syahwat (hedonistic), ingin menguasai aspek kehidupan (totaliteristik), hanya percaya pada rumus-rumus pengetahuan empiris saja, serta paham hidup positivistis yang bertumpu pada kemampuan akal pikiran manusia tampak lebih menguasai manusia yang memegang ilmu pengetahuan dan teknologi. Di tangan yang berjiwa dan bermental demikian itu, ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern memang sangat mengkhawatirkan. Mereka akan menjadi penyebab kerusakan di daratan dan di lautan sebagaiman di syariatkan dalam QS. al-Rum/30: 41.
tygsß ß$|¡xÿø9$#ÎûÎhy9ø9$#Ìóst7ø9$#ur $yJÎ/ôMt6|¡x. Ï÷r&Ĩ$¨Z9$# Nßgs)ÉãÏ9 uÙ÷èt/ Ï%©!$#(#qè=ÏHxåöNßg¯=yès9 tbqãèÅ_ötÇÍÊÈ
Terjemahnya: “telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali s(kejalan yang benar).[5]
Dari sikap mental yag demikian itu kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan sejumlah problematika masyarakat modern sebagai berikut.
1. Disintegrasi Ilmu Pengetahuan
1. Disintegrasi Ilmu Pengetahuan
Kehidupan modern antara lain di tandai oleh adanya spesialisasi di bidang ilmu pengetahuan. Masing-masing ilmu pengetahuan memiliki pradigma ( cara pandang ) nya sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Jika seseorang menghadapi masalah lalu ia pergi kepada kaum teolog,ilmuan, politisi, sosiologi, ahli biologi, psikologi, etnologi, dan ekonom misalnya, ia akan memberikan jawaban yang berbeda-beda dan terkadang saling bertolak belakang.Hal ini pada akhirnya dapat membingunkan manusia.
Keadaan berbagai ilmu pengetahuan yang saling bertolak belakang itu di akui oleh Max Scheler sebagai dikutip Komaruddin Hidayat. Menurutnya bahwa antara satu disiplin ilmu atau fisafat dan lainnya terdapat kerenggangan, bahkan tidak tahu-menahu, mengingatkan ungkapan pragnted knowledge yang dikemukakan Hussein Nasr, ilmuan kenamaan dari Iran. Hal ini menurut Nashr merupakan pangkal terjadinya kekeringan spiritual, akibat pintu masuknya tersumbat[6]. Dengan menyempitnya pintu masuk bagi persepsi dan konsepsi spiritual, maka manusia modern semakin berada pada garis tepi, sehingga tidak lagi memiliki etika dan estetika yang mengacuh pada sumber Ilahi.
2. Kepribadian yang Terpecah (Split Personality)
2. Kepribadian yang Terpecah (Split Personality)
Karena kehidupan manusia modern dipolakan oleh ilmu pengetahuan yang coraknya kerimg nilai-nilai spiritual dan terkotak-kotak itu, maka manusian menjadi pribadi yang terpecah ( spilit personality ). Kehidupan manusia modern diatur menurut rumus ilmu yang eksak dan kering. Akibatnya kini tengah menggelingging proses hilangnya kekayaan rohaniah,karena dibiarkannya perluasan ilmu-ilmu positif (ilmu yang mengandalkan fakta-fakta empirik, objek, rasional dan terbatas) dan ilmu- ilmu sosial.
3. Penyalahgunaan Iptek
3. Penyalahgunaan Iptek
Sebagai akibat dari terlepasnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari ikatan spiritual, maka iptek telah disalah gunakan dengan segala implikasi negatifnya debagaiman disebutkan di atas. Kemampuan membuat senjatatelah diarahkan untuk tujuan penjajahan satu bangsa atau bangsa lain, subversi dan lain sebagainya. Kemampuan di bidang rekayasa genetika di arahkan untuk tujuan jual-beli manusia. Kecanggihan di bidang teknologi komunikasi dan lainnya telah digunakan untuk menggalang kekuatan yang menghancurkan moral ummat dan sebagainnya.
4. Pendangkalan Iman.
4. Pendangkalan Iman.
Sebagai akibat lain dari pola pikiran keilmuan tersebut di atas, khususnya ilmu-ilmu yang hnya mengakui fakta- fakta yang bersifat empiris menyebabkan manusia dangkal imannya.Ia tidak tersentuh oleh informasi yang diberikan oleh wahyu,bahkan informasi yang dibawa oleh wahyu itu menjadi bahan tertawaan dan dianggap sebagai tidak ilmiah dan kampungan.
5. Pola Hubungan Materialistik
5. Pola Hubungan Materialistik
Semangat persaudaraan dan rasa saling-tolong yang didasarkan atas panggillan iamannya memang sudah dangkal. Pola hubungan satu dan lainnya ditentukan oleh sseberapa jauh antarasatu dan yang lainnya dapat memberikan keuntungan yang bersifat material (Transaksional). Demikian pula penghormatan yang diberikan seseorang atas orang lain banyak diukur oleh sejauh mana orang tersebut dapat ,memberikan manfaat secara material di atas pertimbangan material di atas pertimbangan akal sehat, hati nurani, kemanusiaan dan imannya.
6. Menghalalkan Segala Cara
6. Menghalalkan Segala Cara
Sebagai akibat lebih jauh dsri dangkalnya iman dan pola hidup materialistik sebagaimana di sebutkan di atas, maka manusia dengan mudah dapat menggunakan prinsip menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan. Jika hal ini terjadi maka terjadilah kerusakan akhlak dalam segala bidang,baik ekonomi, politik, sosial, dan lain sebagainnya.
Beberapa dampak negatif dari kehadiran iptek yang berwatak tak bermoral serta pola hidup materialistis sebagaimana disebutkan di atas tampaknya bukan masalah baru lagi bagi bangsa Indonesia. Di sini kita kita lihat lagi, untuk dicarikan jalan pemecahan.
7. Stres dan Frustasi
7. Stres dan Frustasi
Kehidupan modern yang demikian kopetitif menyebabkan manusia harus mengerahkan seluruh pikiran,tenaga dan kemampuannya. Hal yang dicapai tak pernah di syukurinya. Dan selalu merasa kurang. Mereka hanya atau bertuhan kepada hal-hal yang bersifat material yang sama sekali tidak dapat membimbing hidupnya. Akibatnya jika terkena problema yang tidak dapat dipecahkan dirinya.
8. Kehilangam Harga Diri dan Masa Depannya
8. Kehilangam Harga Diri dan Masa Depannya
Terdapat sejumlah orang yang terjerumus atau salah memilih jalan kehidupan Masa mudahnya dihabiskan untuk menghabiskan memperturutkan hawa nafsu dan segala daya dan cara telah ditempuhnya. Namun, ada suatu saat dimana ia sudah tua renta,fisiknya sudah tidak berdaya, tenaganya sudah tidak mendukung, dan berbagai kegiatan sudah tidak dapat ia lakukan. Manusia yang demikian ini merasa kehilangan harga diri dan masa depannya, ke mana ia harus berjalan, ia tidak tahu. Mereka perlu bantuan dari kekuatan yang berbeda di luar dirinya,yaitu bantuan dari tuhan.
C. Perlunya Pengembanagn Akhlak Tasawuf dalam Masyarakat Modern
Intisari ajaran tasawuf adalah bertujuan memperoleh hubungan langsung dan didasari dengan Tuhan, sehingga seorang merasa dengan kesadarannya itu berada di hadiratnya. Tasawuf perlu dikembangkan dan disosialisasikan kepada masyarakat dengan beberapa tujuan, antara lain:
Untuk menyelamatkan kemanusiaan dari kebingunan dan kegelisahan yang mereka rasakan sebagai akibat kurangnya nilai-nilai spiritual.
1. Memahami tentang aspek asetoris Islam, baik terhadap masyarakat muslim maupun non muslim.
2. Menegaskan kembali bahwa aspek asoteris Islam (Tasawuf ) adalah jantung ajaran Islam. Tarekat atau jalan rohani (path of soul ) merupakan dimensi kedalaman kerahasiaan dalam Islam sebagai mana syariat bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah. Betapa pun ia mejadi sumber kehidupan yang paling dalam, yang mengatur seluruh organisme keagamaan Islam.[7]
1. Memahami tentang aspek asetoris Islam, baik terhadap masyarakat muslim maupun non muslim.
2. Menegaskan kembali bahwa aspek asoteris Islam (Tasawuf ) adalah jantung ajaran Islam. Tarekat atau jalan rohani (path of soul ) merupakan dimensi kedalaman kerahasiaan dalam Islam sebagai mana syariat bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah. Betapa pun ia mejadi sumber kehidupan yang paling dalam, yang mengatur seluruh organisme keagamaan Islam.[7]
Ajaran Islam tasawuf memberikan solusi bagi kita untuk menghadapi krisis-krisis dunia seperti ajaran tawakkal kepada Allah SWT, menyebabkan manusia memiliki pegangan yang kokoh. karna ia telah mewakilkan menggadaika dirinya sepenuhnya kepada Allah SWT. Selanjutnya sikap prustasi dapat di atasi dengan sikap ridha, yaitu selalu pasrah dan menerima segala keputusan Allah SWT. Sikap materialistik, dan hedonistik dapat diatsi dengan menerapkan konsep zuhud. Demikian pula ajara” uzlah” yang terdapat dalam Tasawuf yaitu mengasinkan diri dari terperangkap oleh tipu daya keduniaan.Ajaran-ajran yang dalam Tasawuf peerlu disuntikkan ke dalam seluruh kosep kehidupan. Ilmu pengetauhan, teknologi, ekonomi, sosial, politik, kebudayaan dan lain sebagainnya perlu dilandasi ajaran akhlak tasawuf.
Tasawuf telah mengisi dahagaspiritual kehidupan masyarakat yang memang cenderung untuk menurutkan kepada kemauan hawa nafsu. Mempelejari tasawuf akan memberikan wawasan yang kaya kepada kita tentang salah satu kazanah isalam . Akan mengantarkan kita menjadi toleran terhadap segala perbedaan yang di timbulkan akibat dari praktek-praktek Tasawuf. Mempelajari Tasawuf akan menghindarkan kita terjebak dari dikotomi pembenci dan pemuja Tasawuf. Dikotomi syariat dan hakekat sekaligus, karna sesungguhnya Islam tidak pernah mengenal dikotomi itu. Islam adalah syariat dan hakekat segaligus tidak terpisah-pisah apalagiharus dipertentangkan.
Tasawuf mengajarkan bagaimana seseorang harus menghiasi dirinya dengan nilai-nilai akhlak yang mulia, seperti:
1. Ikhlas
2. Sabar
3. Tawahu
4. Ridha
5. Berkata dan berbuat jujur
6. Menampilkan perilaku mulia
7. Tawakkal dan
8. Berbagai praktek akhlakul karimah lainnya
Sisi lain dari pentingnya mempelajari Tasawuf adalah berkaitan dengan perkembangan masyarakat modern. Penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengantarkan kehidupan manusia layaknya seperti dewa sebelum ia menjadi manusia yang sesungguhnya. Dengan mempelajari Tasawuf akan mengantarkan kita untuk dapat menemukan ketentraman, kedamaian dan menemukan makna hidup yang sesungguhnya di tengah pergaulan kita sehari-hari dengan roda kehidupan yang tidak pernah berhenti.
Selanjutnya tasawuf melatih manusia agar memiliki ketajaman batin dan lkehalusan budi pekerti. Sikap batin dan kehalusan budi yang tajam ini menyebabkan ia akan selalu mengutamakan pertimbangan kemanusiaan pada setiap masalah yang di hadapi. Dengan cara demikian, ia akan terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tercela menurut agama. Demikian pula tarekat yang terdapat dalam taasauf akan membawa manusia memiliki jiwa istiqamah, jiwa yang selalu diisi dengan nilai-nilai ketuhanan. Ia selalu mempunyai pegangan dalam hidupnya. Keaadaan demikian menyebabkan ia tetap tabah dan tidak mudah terhempas oleh cobaan yang akan membelokkannya kejuran ke hancuran. Dengan demikian, stres, putus asa dan lainnya akan dapat dihindari.
Terakhir problema masyarakat modern di atas adalah adanya sejumlah manusia yang kehilangan masa depannya, merasa kesunyiaan dan kehampaan jiwa di tengah-tengah derunya laju kehidupan. Untuk ini ajaran akhlak Tasawuf yang berkenaan dengan ibadah, zikir, taaubat dan berdoa menjadi penting adanya, sehingga ia tetap mempunyai harapan yaitu bahagia hidup di akhirat nanti. Bagi orang-orang yang sudah lanjut usia, yang dahulu banyak menyimpan hidupnya, akan terus dibayangi perasaan dosa, jika tidak segera bertobat. Tasawuf akhlak akn memberi kesempatan bagi penyelamatan manusia yang demikian. Itu penting di lakukan agar tidak terperangkap kedalam praktik kehidupan spiritual yang menyesatkan, sebagaimana yang akhir-akhir ini banyak berkembang di masyarakat.
Untuk itu dalam mengatasi problematika kehidupan masyarakat modern saat ini, akhlak Tasawuf harus di jadikan salah satu alternative terpenting. Ajaran akhlak Tasawuf perlu disuntikkan ke dalam seluruh konsep kehidupan.Ilmu pengetahuan, tekhnologi, ekonomi, sosial, politik, budayaan dan lain sebagainya perlu dilandasi ajaran akhlak tasawuf. Inilah harapan kita.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Masyarakat modern adalah terdiri dari dua kata, yaitu masyarakat dan modern. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W. J. S. poerwadarminta masyarakat sebagai pergaulan hidup manusia (himpunan orang yang hidup bersama disuatu tempat dengan ikatan-ikatan auturan yang tentu).
2. Problem Masyarakat Modern adalah Revolusi Teknologi dengan meningkatkan kontrol kita pada materi, ruang dan waktu, menimbulkan evolusi ekonomi, gaya hidup, pola pikir dan sistem rujukan yang berbeda dengan yang terjadi pada masyarakat agrikultural dan industry, dan karena itu akan melahirkan suatu masyarakat yang lebih demokratis telah meningkatkan keragaman budaya melalui penyediaan informasi yang menyeluruh yana sesuai dengan keragaman selera dan kemampuan ekonomi
3. Perlunya Pengembangan Akhlak Tasawuf yaitu dengan cara yang diajukan para ahli untuk mengatasi masalah tersebut, dan salah satu cara yang hampir disepakati para ahli adalah dengan cara mengembangkan kehidupan yang berakhlak dan bertasawuf. Salah satu tokoh yang bersungguh-sungguh memperjuangkan akhlak tasawuf bagi mengatasi masalah tersebut adalah Husssein Nashr. Menurutnya paham sufisme ini mulai mendapat tempat dikalangan masyarakat (termasuk masyarakat Barat), karena mereka mulai merasakan kekeringan batin. Mereka mulai mencari-cari di mana sufisme yang dapat menjawab sejumlah masalah tersebut di atas.
B. Kritik dan Saran
Kami sadar bahwasanya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami berharap kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini kedepan nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
As’yari, Musa. Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur’an. Cet. I; Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam, 1992.
Departemen Agama RI. al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012.
Hidayat, Komaruddin. Upaya Pembebasan Manusia: Tinjauan Sufistik terhadap manusia modern Menurut Nasr, dalam dawan Rahardjo (ed.), Insan Kamil Konsepsi manusia Menurut Islam. Cet.II; Jakarta: Grafiti Pers, 1987.
Nasr, Husein. Living Sufisme, Terj. Abdul Hadi W. M. Tasawuf Dulu dan Sekarang. Cet. I; Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1985.
Noer, Deliar. Pembangunan di Indonesia. Jakarta: Mutiar, 1987.
Poerwadaminta, W. J. S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cet. XII; Jakarta: Balai Pustaka, 1991.
Zubair, Achmad Charris, Kuliah Etika Cet. II; Jakarta: Rajawali Pers, 1980.
[1] W. J. S. Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Cet. XII; Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 653
[2] Musa As’yari, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur’an (Cet. I; Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam, 1992), h. 19-20
[3] Deliar Noer, Pembangunan di Indonesia (Jakarta: Mutiar, 1987), h. 24
[4] Achmad Charris Zubair, Kuliah Etika (Cet. II; Jakarta: Rajawali Pers, 1980), h. 13
[5] Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 576
[6] Komaruddin Hidayat, Upaya Pembebasan Manusia: Tinjauan Sufistik terhadap manusia modern Menurut Nasr, dalam dawan Rahardjo (ed.), Insan Kamil Konsepsi manusia Menurut Islam (Cet.II; Jakarta: Grafiti Pers, 1987), h. 191
[7] Husein Nasr, Living Sufisme, Terj. Abdul Hadi W. M. Tasawuf Dulu dan Sekarang (Cet. I; Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1985), h. 181